Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sistem Integrasi Timor Timur ; Dampak Kebijakan Politik Orde Baru

Sistem Integrasi Timor Timur

1. Integrasi Timor Timur

Sistem Integrasi Timor TimurSistem Integrasi Timor Timur ; Perang Dingin adalah perang dalam bentuk ketegangan sebagai perwujudan dari konflik-konflik kepentingan, supremasi, perbedaan ideologi, dan lain-lain antara Blok Barat pimpinan Amerika Serikat dan Blok Timur pimpinan Uni Soviet. Integrasi Timur-Timur ke Indonesia tidak terlepas dari situasi saat itu, yaitu adanya Perang Dingin dan konstelasi geopolitik kawasan Asia Tenggara saat itu terjadi perebutan pengaruh antara Blok Barat dan Blok Timur.

Pada tahun 1075 Amerika Serikat mengalami kekalahan di Vietnam. Berdasarkan teori Domino yang diyakini Amerika Serikat bahwa kejatuhan Vietnam ke tangan komunis akan merembet ke wilayah lainnya. Dengan berdirinya pemerintahan Republik Demokratik Vietnam yang komunis dianggap sebagai ancaman yang dapat menyebabkan jatuhnya negara-negara di sekitarnya ke tangan pemerintah komunis.

Sistem Integrasi Timor Timur

Secara tidak langsung kemenangan komunis di Vietnam tersebut juga membuat khawatir Indonesia (khususnya pihak militer). Pada saat yang sama di wilayah koloni Portugis (Timor Timur) yang berbatasan secara langsung dengan wilayah Indonesia terjadi krisis politik.

Krisis tersebut terjadi sebagai dampak kebebasan yang diberikan oleh pemerintah baru Portugal yang dipimpin Jenderal Antonio de Spinola. Jenderal Antonio de Spinola melakukan perubahan dan berusaha mengembalikan hak-hak sipil, termasuk hak demokrasi masyarakatnya, bahkan dekolonisasi.

Adanya perubahan tersebut membuka kesempatan Timor Timur untuk menentukan masa depannya. Timor Timur diperbolehkan mendirikan partai politik. Partai politik tersebut adalah UDT, Fretilin, dan Apodeti.

1. Uniao Democratica Timorense (UDT/Persatuan Demokratik Rakyat Timur)

UDT didirikan oleh Mario Viegas Carracalao. UDT terdiri dari pimpinan senior administrasi, pemilik perkebunan, dan pemimpin suku asli. UST ingin merdeka secara tertahap. Untuk tahap awal UDT menginginkan Timor Timur menjadi negara bagian Portugal. Adapun keinginan untuk tetap di bawah Portugis tersebut karena Timor Timur belum dapat berdiri sendiri atas dasar ekonomi yang masih lemah dan rakyatnya secara pendidikan masih tertinggal.

2. Frente Revolucionaria de Timor Leste Independente (Fretilin/Front Revolusioner Kemerdekaan Timor Timur)

Salah satu tokohnya adalah Francisco Xavier do Amaral. Partai ini ingin Timor Timur menjadi negara merdeka yang berdiri sendiri.

3. Associacau Populer Democratica Timurense (Apodeti/Ikatan Demokratik Popular Rakyat Timor)

Salah satu tokohnya ialah Arnaldo dos Reis Araujo. Partai ini ingin bergabung dengan Indonesia.

Selain ketiga partai itu juga ada dua partai kecil yaitu Kota dan Trabalista. Pada tanggal 31 Agustus 1974 Ketua Umum Apodeti, Arnaldo dos Reis Araujo menyatakan partainya menghendaki bergabung dengan Republik Indonesia sebagai provinsi ke-27.

Adapun pertimbangan keputusan tersebut adalah rakyat di dua wilayah memiliki persamaan dan hubungan yang erat, baik secara historis dan etnis maupun geografis. Menurut Partai Apodeti, integrasi akan menjamin stabilitas politik di wilayah tersebut. Apa yang disampaikan tokoh Apodeti tersebut mendapat respons yang cukup positif dari para elite politik Indonesia, terutama dari kalangan militer yang pada dasarnya memang khawatir jika Timor Timur jatuh ke tangan komunis.

Adanya perbedaan kepentingan ketiga partai mengakibatkan munculnya perang saudara. Dalam perang saudara tersebut dimenangkan oleh Fretilin. Fretilin memproklamasikan berdirinya sebuah Republik Demokrasi Timor Timur pada tanggal 28 November 1975.

Sikap Fretilin tersebut kemudian ditandingi partai lainnya dengan menyatakan Proklamasi Balibo pada tanggal 30 November 1975. Pernyataan dalam Proklamasi Balibo berisi keigninan untuk berintegrasi dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada tanggal 7 Desember 1975 kota Dili berhasil diduduki oleh pendukung integrasi yang mendapat bantuan dari Indonesia melalui Operasi Seroja. Sebelum rancangan penyatuan Timor Timur dibuat, terlebih dahulu delegasi Indonesia berangkat ke Timor Timur untuk mengetahui keinginan rakyat Timor Timur.

Bersamaan dengan operasi-operasi keamanan yang dilakukan, pemerintah Indonesia dengan cepat juga menjalankan pengesahan Timor Timur ke dalam wilayah Indonesia dengan mengeluarkan UU No. 7 Tahun 1976 tentang Pengesahan Penyatuan Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pembentukan Daerah Tingkat I Timor Timur. Pengesahan tersebut diperkuat melalui Tap. MPR Nomor IV/MPR/1978. Secara resmi Timor Timur menjadi provinsi ke-27 dengan ibu kota di Dili. Gubernur pertama dari Timor Timur adalah Arnaldo dos Reis Araujo.

2. Dampak Kebijakan Politik dan Ekonomi Masa Orde Baru

Dampak kebijakan pemerintah Orde Baru di bidang politik seperti pemerintah cenderung bersifat otoriter, presiden memiliki kekuasaan yang sangat besar dalam mengatur jalannya pemerintahan. Peran negara menjadi semakin kuat yang menyebabkan timbulnya pemerintahan yang sentralistis. 

Pemerintahan sentralistis ditandai dengan adanya pemusatan penentu kebijakan publik pada pemerintah pusat, sedangkan pemerintah daerah diberi peluang yang sangat kecil untuk mengatur pemerintahan dan mengelola anggaran daerahnya sendiri.

Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara termasuk dalam kehidupan politik. Pemerintah Orde Baru dinilai gagal dalam memberikan pelajaran berdemokrasi. Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).

Meskipun pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah Orde Baru menunjukkan perkembangan yang menggembirakan, dampak negatifnya juga cukup banyak. Penyebab dampak negatif tersebut adalah kebijakan Orde Baru yang terlalu memfokuskan/mengejar pada pertumbuhan ekonomi, yang berdampak buruk bagi terbentuknya mentalitas dan budaya korupsi para pejabat.

Distribusi hasil pembangunan dan pemanfaatan dana untuk pembangunan tidak dibarengi kontrol yang efektif dari pemerintah terhadap aliran dana tersebut sangat rawan untuk disalahgunakan. Pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan terbukanya akses dari distribusi yang merata sumber-sumber ekonomi kepada masyarakat. Hal tersebut berdampak pada munculnya kesenjangan sosial dalam masyarakat Indonesia, kesenjangan kota dan desa, kesenjangan kaya dan miskin, serta kesenjangan sektor industri dan sektor pertanian.

Selain hal-hal tersebut tidak sedikit pengamat hak asasi manusia (HAM) dari dalam dan luar negeri menilai bahwa pemerintah Orde Baru telah melakukan tindakan antidemokrasi dan diindikasikan telah melanggar HAM, misalnya Amnesty International dalam laporannya pada tanggal 10 Juli 1991 menyebut Indonesia dan beberapa negara Timur Tengah, Asia Pasifik, Amerika Latin, dan Eropa Timur sebagai pelanggar HAM. Human Development Report yang disusun oleh United Nations Development Program (UNDP) juga menempatkan Indonesia pada urutan ke-77 dari 88 pelanggar HAM.

Dengan situasi politik dan ekonomi tersebut, keberhasilan pembangunan nasional yang menjadi kebanggaan Orde Baru menjadi seolah tidak bermakna. Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat, secara fundamental pembangunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru mejadi penyumbang terbesar negara. Faktor itulah yang kemudian menjadi salah satu penyebab terpuruknya perekonomian Indonesia menjelang akhir tahun 1997.

Baca juga selanjutnya di bawah ini :

Post a Comment for "Sistem Integrasi Timor Timur ; Dampak Kebijakan Politik Orde Baru"