Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Peninggalan Kerajaan Tarumanagara Termasuk 7 Prasasti Sejarah

Peninggalan Kerajaan Tarumanagara Termasuk 7 Prasasti Sejarah

Tarumanagara atau Kerajaan Taruma ialah suatu kerajaan yang pernah berkuasa di daerah barat pulau Jawa pada abad ke-4 sampai abad ke-7 M. Taruma merupakan kerajaan paling tua di Nusantara yang meninggalkan sejarah. Di dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar kerajaan, terlihat bahwa pada waktu itu Kerajaan Taruma ialah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.

Ketika kita melihat dari catatan sejarah ataupun prasasti yang masih tersisa, tidak ada penjelasan atau catatan yang pasti mengenai siapa yang pertama kali mendirikan kerajaan Tarumanegara. Raja yang pernah memimpin yang sangat terkenal dalam catatan sejarah ialah Purnawarman. 

Pada sekitar tahun 417 dia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga (Kali Bekasi)  sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Sesudah penggalian dilakukan, sang prabu telah mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.

Bukti Kerajaan Taruma telah diketahui dengan tujuh buah prasasti batu yang telah ditemukan. Lima di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari semua prasasti-prasasti itu telah diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan ia memimpin hingga tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman berada di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.

Wilayah Kerajaan Tarumanagara

wilayah kerajaan tarumanegara

Prasasti yang ditemukan

1. Prasasti Kebon Kopi, dibikin sekitar 400 M (H Kern, 1917), telah ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor.
2. Prasasti Tugu, yang ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang ini telah disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati sepanjang 6112 tombak atau 12 km oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya. Penggalian sungai tersebut merupakan suatu gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada waktu pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
3. Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiyang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja Purnawarman.
4. Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
5. Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
6. Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor
7. Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor

Wilayah tempat prasasti iini telah ditemukan berbentuk bukit rendah berpermukaan datar dan diapit tiga batang sungai: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19, tempat ini masih dilaporkan dengan nama Pasir Muara. Pada jaman dahulu masih termasuk bagian tanah swasta Ciampea. Sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang.

Kampung Muara tempat prasasti Ciaruteun dan Telapak Gajah yang ditemukan, jaman dahulu merupakan sebuah "kota pelabuhan sungai" yang bandarnya terletak di tepi pertemuan Cisadane dengan Cianten. Sampai abad ke-19 jalur sungai itu masih bisa dipakai untuk angkutan hasil perkebunan kopi. Sekarang juga masih dipakai oleh pedagang bambu untuk mengangkut barang dagangannya ke daerah hilir.

Prasasti pada zaman itu telah memakai aksara Sunda kuno, yang pada awalnya merupakan perkembangan dari aksara tipe Pallawa Lanjut, yang mengacu pada model aksara Kamboja dengan beberapa cirinya yang masih melekat. Pada waktu zaman itu, aksara tersebut belum mencapai taraf modifikasi bentuk khasnya sebagaimana yang dipakai naskah-naskah (lontar) abad ke-16.

Prasasti Pasir Muara

Di Bogor, prasasti yang ditemukan di Pasir Muara, di tepi sawah, tidak jauh dari prasasti Telapak Gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti ini tidak berada ditempat asalnya. Dalam prasasti itu dituliskan:

Ini sabdakalanda rakryan juru panga-mbat i kawihaji panyca pasagi marsa-n desa barpulihkan haji su-nda

Terjemahannya menurut Bosch:

Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (8) panca (5) pasagi (4), pemerintahan begara telah dikembalikan kepada raja Sunda.

Karena angka tahunnya bercorak "sangkala" yang mengikuti ketentuan "angkanam vamato gatih" (angka dibaca dari kanan), maka prasasti tersebut telah dibuat dalam tahun 458 Saka atau 536 Masehi.

Prasasti Ciaruteun

Prasasti Ciaruteun yang telah ditemukan pada aliran Ci Aruteun, seratus meter dari pertemuan sungai tersebut dengan Ci Sadane; tetapi pada tahun 1981 telah diangkat dan diletakkan di dalam cungkup. Prasasti itu peninggalan Purnawarman, beraksara Palawa, berbahasa Sanskerta. Isinya ialah puisi empat baris, yang berbunyi:

vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam

Terjemahannya menurut Vogel:
Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara.

Selain itu, ada juga gambar sepasang "padatala" (telapak kaki), yang menunjukkan tanda kekuasaan &mdash& fungsinya seperti "tanda tangan" pada waktu zaman sekarang. Kehadiran prasasti Purnawarman di kampung ini telah menunjukkan bahwa daerah itu termasuk kawasan kekuasaannya. Menurut Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa II, sarga 3, halaman 161, di antara bawahan Tarumanagara pada masa pemerintahan Purnawarman terdapat nama "Rajamandala" (raja daerah) Pasir Muhara.
Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun

Prasasti Jambu

Di wilayah Bogor, masih ada satu lagi prasasti lainnya ialah prasasti batu peninggalan Tarumanagara yang terletak di puncak Bukit Koleangkak, Desa Pasir Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Pada bukit itu mengalir (sungai) Cikasungka. Prasasti ini juga berukiran sepasang telapak kaki dan diberi keterangan berbentuk puisi dua baris:

shriman data kertajnyo narapatir - asamo yah pura tarumayam nama shri purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam - padavimbadavyam arnagarotsadane nitya-dksham bhaktanam yangdripanam - bhavati sukhahakaram shalyabhutam ripunam.

Terjemahannya menurut Vogel:

Yang termashur serta setia kepada tugasnya adalah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memimpin Taruma serta baju perisainya tidak bisa ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya.
Prasasti Jambu
Prasasti Jambu

Prasasti Telapak Gajah

Prasasti Telapak Gajah bergambar sepasang telapak kaki gajah yang diberi keterangan satu baris berbentuk puisi berbunyi:

jayavi s halasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam padadavayam

Terjemahannya:

Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa.

Prasasti Telapak Gajah
Prasasti Telapak Gajah

Menurut mitologi Hindu, Airawata ialah nama gajah tunggangan Batara Indra dewa perang dan penguasa Guntur. Menurut Pustaka Parawatwan i Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1, gajah perang Purnawarman diberi nama Airawata seperti nama gajah tunggangan Indra. Bahkan diberitakan juga, bendera Kerajaan Tarumanagara telah berlukiskan rangkaian bunga teratai di atas kepala gajah. Demikian juga mahkota yang dikenakan Purnawarman berukiran sepasang lebah.

Ukiran bendera dan sepasang lebah ini dengan jelas ditatahkan pada prasasti Ciaruteun yang telah memancing perdebatan di antara para ahli sejarah mengenai arti dan nilai perlambangannya. Ukiran kepala gajah bermahkota teratai itu oleh para ahli diduga sebagai "huruf ikal" yang masih belum terpecahkan bacaaanya sampai sekarang ini. 

Demikian juga tentang ukiran sepasang tanda di depan telapak kaki ada yang menduganya sebagai lambang labah-labah, matahari kembar atau kombinasi surya-candra (matahari dan bulan). Keterangan pustaka dari Cirebon tentang bendera Taruma dan ukiran sepasang "bhramara" (lebah) sebagai cap pada mahkota Purnawarman dalam segala "kemudaan" nilainya sebagai sumber sejarah harus bisa diakui kecocokannya dengan lukisan yang berada pada prasasti Ciaruteun.

Baca juga selanjutnya di bawah ini :

Post a Comment for "Peninggalan Kerajaan Tarumanagara Termasuk 7 Prasasti Sejarah"