Kondisi Politik dan Sosial Turki Utsmani Abab Ke-17
Kondisi Politik dan Sosial Turki Utsmani Abab Ke-17
Berbeda dengan kerajaan keratuan sebelumnya. Kerajaan Turki Utsmani pada abad ke-17, banyak mengalami kemunduran. Pada abad ke-17 hingga abad ke-18. terdapat perubahan penting dalam sejarah Turki Utsmani. Berakhirnya ekspansi Kerajaan Turki Utsmani, lembaga-lembaga pemerintahan seringkali kehilangan kemampuan militer dan administrasinya, dan kerajaan dalam posisi tertekan dengan regresi ekonomi, pemberontakan rakyat, dan beberapa kekalahan militer.
Perseturuan antara pemerintahan pusat dengan elit lokal untuk mengontrol pendapatan pajak dari rakyat muncul ke permukaan dan kekuasan dialihkan dari pemerintah pusat kepada kelompok Janissari, ulama. dan keluarga Utsmani yang telah mapan dalam pemerintahan pusat (Syafiq A. Mugni, 1996: 91).
Munculnya kemunduran Turki di awali dari kekacauan pemerintahan yang dipimpin oleh Sultan Muhammad III pengganti Murod III. Dalam situasi seperti itu dimanfaatkan oleh Australia sehingga mampu memukul mundur Kerajaan Utsmani (Badri Yatim. 1997: 164). Keadaan semacam ini terus berlangsung sampai pada masa pemerintahan lbrahim (16401648) dan puncak kehancuran pemerintahan Turki Utsmani pada abad ke-17 terjadi masa Mustofa (1617-1618 M.).
Di masa Sultan Ahmad I, Persia mengadakan perlawanan terhadap Turki Utsmani, dan pada tahun 1612 M. suatu perjanjian damai ditanda tangani, yang sangat menguntungkan Persia. Pada tahun 1616 M., ketika bangsa Turki datang lagi dengan tentara yang kuat dan mengepung Erivan. bangsa Persia melawan dan memukul mundur para penyerang (Syed Mahmudunnasir, t.th.: 420).
Melihat kenyataan itu para negarawan Turki mulai memikirkan langkah-langkah perbaikan dalam segala bidang demi kestabilan dan kekuatan kerajaan. Langkah-langkah perbaikan kerajaan Turki Utsmani mulai diusahakan oleh Sultan Murod IV dan memperoleh kemajuan. Namun, situasi politik yang sudah membaik itu kembali merosot pada masa pemerintahan lbrahim (1640-1648), karena ia temasuk orang yang lemah (Yatim, I997: 164).
Pada masa tersebut orang-orang Venesia melakukan peperangan laut untuk melawan dan berhasil mengusir orang-orang Turki Utsmani dark Cyprus dan Creta tahun 1645 M, Kekalahan itu hambanya Muhammad Kopru ke kedudukan sebagai Wazir atau abad: Al-Azbam (perdana menteri) yang diberi kekuasaan sbsoha (Hasan Ibrahim Hasan. 1980-. 339). Ia berhasil mengembalikan peraturan dan mengonsolidasikan stabilitas keuangan negara (Yatim, 1997: 165).
Setelah Kopru meninggal dunia (1661 M.) jabatannya dipegang oleh anaknya, lbrahim menyangka bahwa kekuatan militernya sudah kuat kembali, karena itu ia menyerbu Hongaria dan mengancam Viena, namun perhitungan lbrahim meleset, ia kalah dalam pertempuran itu secara berturut-turut.
Pada tahun 1683, Turki Utsmani mengadakan penyerangan ke Benteng Wina, tetapi mereka mengalami kegagalan. Hal ini meyakinkan bangsa Barat dan Eropa bahwa Turki Utsmani telah lemah, untuk itu mereka mengadakan banyak serangan ke wilayah kekuasaan Turki Utsmani (L. Stodard, 1996: 26).
Sejak Sultan Turki gagal dalam merebut kota Wina pada tahun 1683, peranan Kerajaan Osmaniah pun di medan peperangan berubah. Sejak tahun 1683, tentara Turki kebanyakan hanya berusaha sekadar menangkis pukulan-pukulan musuh dan tidak berdaya untuk melancarkan seranganserangan (Philip K. Hitti, t.th.: 240).
Pada masa selanjutnya, wilayah Turki Utsmani yang luas itu sedikit demi sedikit terlepas dari kekuasaanya, direbut oleh negara-negara Eropa yang baru mulai bangun (Badri Yatim, 1997: 165). Pada tahun 1699 M., terjadi perjanjian Karlowith yang memaksa sultan untuk menyerahkan seluruh Hongaria, sebagian besar Slovenia dan Kroasia kepada Hapsburg; dan'Heminietz, Pedolia, Ukraina, Morea, dan sebagian Dalmatia kepada orang-orang Venesia (Hasan lbrahim Hasan, 1989: 340).
Baca juga di bawah ini :