Kondisi Sosial dan Perekonomian Turki Utsmani Abab ke-17
Kondisi Sosial dan Perekonomian Turki Utsmani Abab ke-17
Ketidakstabilan politik Kerajaan Turki Utsmani pada abad ke-17, memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan ekonomi negara. Akibat perang yang tak pernah berhenti, perekonomian negara merosot, pendapatan berkurang, sementara belanja negara sangat besar, termasuk biaya perang (Yatim, 1997: 168).
Pada abad tersebut, jumlah penduduk Turki semakin banyak, sementara pada saat yang sama, kerajaan menghadapi problem intern sebagai dampak pertumbuhan perdagangan dan ekonomi internasional, mereka lebih maju jika dibandingkan dengan negara Turki Utsmani (Syafiq A. Mugni, 1996: 104).
Di Eropa, pada waktu itu telah muncul kapitalisme. Sebagai akibat dari munculnya kapitalisme bangsa Eropa dan dominasi mereka di bidang perdagangan adalah terus menurunnya produksi industri kerajinan masyarakat Turki.
Ekspansi bangsa Eropa di bidang perdagangan dan meningkatnya perputaran modal di antara mereka, telah memunculkan sejumlah industri baru di sektor industri logam dan tekstil. Industri baru itu telah memaksa mereka untuk mencari secara terus-menerus pasar baru bagi ekspor produksi mereka.
Para pengusaha kapitalis mengembangkan pasar; dan industri mereka dengan menciptakan teknik dan kebutuhan baru dalam upaya bersaing dengan industri tradisional masyarakat Turki. Para pedagang Eropa membeli bahan mentah dari Turki kemudian mereka olah di Eropa. Setelah itu, dibawa dan dipasarkan di Turki dengan diskon tinggi dan kualitas lebih bagus. Dengan cara ini, menyebabkan sektor industri kerajinan Turki banyak yang gulung tikar.
Selanjutnya, nilai tukar mata uang Turki terhadap mata uang asing menurun drastis, meskipun pemerintah telah berupaya untuk mengendalikan harga, tingkat inflasi dan nilai tukar mata uangnya. Harga makanan ikut merangkak naik secara bertahap dan konsekuensinya mempengaruhi jumlah pendapatan dan gaji para pegawai kerajaan.
Situasi perekonomian yang serba sulit ini memaksa kerajaan untuk mengevaluasi nilai mata uangnya kembali sehingga mengakibatkan dislokasi baru dan krisis keuangan berkelanjutan hingga perkembangan sejarah Kerajaan Turki pada masa berikutnya (Syafiq A. Mugni, 1996: 107).
Baca juga di bawah ini :