Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Persetujuan Roem-Royen

Persetujuan Roem-Royen

Perbedaan pemahaman terhadap perjanjian Renville, tercermin dari keinginan Belanda untuk betul-betul menghancurkan Republik Indonesia dengan melakukan blokade ekonomi dan keinginan untuk membubarkan Tentara Nasional Indonesia.

Terlebih setelah terjadinya suatu penghianatan terhadap Proklamasi 17 Agustus 1945 berupa pemberontakan PKI Madiun, Belanda semakin yakin kalau Republik Indonesia berada diambang kehancuran.

Sebenarnya pihak Republik Indonesia masih tetap menjaga kesepakatan Renville, bahkan pada tanggal 13 Desember 1948 Bung Hatta meminta KTN untuk mengusahakan perundingan lanjut, bahkan dengan syarat Indonesia mengakui kedaulatan Belanda selama masa peralihan.

Persetujuan Roem-Royen

Namun niat baik itu ternyata justru mendapat jawaban yang mengecewakan dari pihak Belanda. Di samping menolak diadakannya perundingan kembali, pada tanggal 18 Desember 1948 Dr. Beel memberitahukan kepada delegasi Indonesia dan KTN kalau Belanda merasa tidak terikat lagi terhadap Persetujuan Renville.

Pada tanggal 19 Desember 1948 pukul 06.00 pagi Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua. Dengan pasukan lintas udara, serangan langsung ditujukan ke arah ibukota Republik Indonesia yang ada di Yogyakarta. Lapangan udara Maguwo dapat dikuasai yang selanjutnya menguasai seluruh ibukota.

Soekarno dan Hatta serta pejabat lainnya ditahan Belanda. Selanjutnya Bung Karno diterbangkan ke Prapat (Sumatera Utara), sedangkan Bung Hatta ditawan di Bangka. Penangkapan para pemimpin Indonesia itu ternyata tidak mampu menggoyahkan semangat rakyat Indonesia untuk melawan Belanda.  

Dengan didudukinya ibukota (Yogyakarta) Belanda mengira kalau Republik Indonesia sudah berakhir. Apa yang dipikirkan oleh Belanda itu ternyata keliru, karena begitu Yogyakarta diduduki Belanda, dibentuklah Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Padang (Sumatera Barat).

Justru dengan agresi militer tersebut lebih membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia. Hal ini nampak dari terjadinya kebulatan tekad rakyat bersama dengan T.N.I menyiapkan diri untuk melakukan perang gerilya.

Jenderal Sudirman menyingkir dari Yogyakarta dan masuk ke daerah pedalaman mengatur pertahanan serta siasat untuk melakukan serangan terhadap Belanda. Pasukan T.N.I. menghindari perang secara terbuka, melainkan bersama penduduk setempat dengan membidik sasaran kota-kota yang dikuasai Belanda serta mencegat iring-iringan kendaraan Belanda.

Dalam perang gerilya ini bantuan rakyat sangatlah besar artinya, dalam memberikan perlindungan terhadap T.N.I. Akibatnya pasukan Belanda semakin terdesak sehingga mau tidak mau Belanda harus berfikir akan perundingan lagi.

Agresi militer Belanda ini ternyata mendapat reaksi dan simpati dunia internasional. Di New Delhi (India) dari tanggal 20 Januari sampai dengan 23 Januari 1949 atas prakarsa dari Birma dan India dilaksanakan Konferensi Asia yang ternyata juga dihadiri oleh wakil-wakil dari negara-negara Afrika dan Australia.

Konferensi ini menghasilkan resolusi yang berkaitan dengan Indonesia yang kemudian direkomendasikan ke Dewan Keamanan PBB untuk diambil tindakan seperlunya.

1. Pengambilan Pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta.
2. Pembentukan pemerintahan ad interim yang mempunyai kemerdekaan dalam politik luar negeri sebelum tanggal 15 Maret 1949.
3. Penarikan tentara Belanda dari seluruh wilayah Indonesia .
4. Penyerahan kedaulatan kepada Pemerintahan Indonesia Serikat paling lambat pada tanggal 1 Januari 1950.

Menanggapi isi hasil Konferensi Asia di New Delhi tersebut, PBB yang dalam hal ini Dewan Keamanan PBB mengeluarkan sebuah resolusi pada tanggal 28 Januari 1949 yang isinya sebagai berikut :

1. Penghentian semua operasi militer dengan segera oleh Belanda dan penghentian semua aktivitas gerilya oleh Republik Indonesia, kedua belah pihak harus bekerja sama untuk mengadakan perdamaian kembali.

2. Pembebasan segera tanpa syarat terhadap semua tahanan politik di dalam daerah Republik Indonesia oleh Belanda terhitung mulai 19 Desember 1949.

3. Belanda harus memberikan kesempatan kepada para pemimpin Indonesia untuk segera kembali ke Yogyakarta sebagai ibukota Republik Indonesia.

4. Secepatnya harus dilakukan perundingan kembali dengan berpegangan pada hasil Perundingan Linggarjati dan Renville.

5. Sejak dikeluarkannya resolusi ini Komisi Jasa-jasa Baik (Komisi Tiga Negara) diubah namanya menjadi Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Indonesia (United Nations Commission for Indonesia atau UNCI). Komisi ini memiliki tugas membantu melancarkan perundingan antara Belanda -Indonesia dalam upaya mengembalikan kekuasaan Republik Indonesia.

Dalam rangka penyelesaian Indonesia-Belanda maka UNCI melakukan kontak-kontak terhadap kedua belah pihak. Tugas yang diemban oleh UNCI ini kemudian memberikan hasil dengan dilakukannya perundingan pendahuluan yang dimulai tanggal 17 April 1949 di Jakarta dibawah pimpinan wakil UNCI dari Amerika Serikat.

Sedangkan pihak Indonesia diwakili oleh Mr. Moh. Roem (yang selanjutnya delegasi ini diperkuat oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX) dan pihak Belanda mengirimkan Dr. van Royen.

Setelah perundingan ini berjalan lebih dari satu minggu akhirnya pada tanggal 7 Mei 1949 dicapai kesepakatan dengan sama-sama mengeluarkan pernyataan yang kemudian kita kenal dengan Roem-Royen Statements yang isinya sebagai berikut :

Delegasi Indonesia menyatakan kesediaan Pemerintah Republik Indonesia untuk :

1. Mengeluarkan perintah kepada ''pengikut Republik yang bersenjata'' untuk menghentikan perang gerilnya;
2. Bekerjasama dalam mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan;
3.Ikut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag untuk mempercepat pengakuan kedaulatan kepada negara Indonesia Serikat dengan tanpa syarat.

Pernyataan lain yang berasal dari delegasi Belanda adalah :

1. Menyetujui kembalinya Pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta;
2. Menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan pembebasan semua tahanan politik;
3. Tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang ada di daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia sebelum 19 Desember 1948 dan tidak akan meluaskan Negara atau daerah dengan merugikan Republik;
4. Menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat;
5. Berusaha sungguh-sungguh agar Konferensi Meja Bundar (KMB) segera diadakan sesudah Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta.

Baca juga selanjutnya di bawah ini :

Post a Comment for "Persetujuan Roem-Royen"