Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Manusia purba di Indonesia

Manusia purba di Indonesia - Manusia purba diyakini telah mendiami bumi sekitar 4 juta tahun yang lalu. Akan tetapi, para ahli sejarah menyakini bahwa jenis manusia purba pertama telah ada di muka bumi ini sekitar 2 juta tahun yang lalu. Karena  lamanya waktu, sisa-sisa manusia purba sudah membatu atau berubah menjadi fosil. Oleh karena itu, manusia purba juga sering disebut manusia fosil. Untuk mengetahui kehidupan manusia purba di Indonesia ada dua cara, yaitu sebagai berikut ini :

  • Melalui sisa-sisa tulang manusia, hewan, dan tumbuhan yang telah membatu (fosil).
  • Melalui peninggalan peralatan dan perlengkapan kehidupan manusia sebagai hasil budaya manusia, seperti alat-alat rumah tangga, bangunan, perhiasan, atau senjata.

1. Para Peneliti Manusia Purba di Indonesia


Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Sempurna karena dilengkapi dengan akal dan pikiran. Dengan akal pikiran manusia mampu menghasilkan berbagai kebudayaan. Penelitian terhadap manusia purba dapat dipelajari oleh para ahli paleoantropologi dengan mengamati bentuk fisik dari fosil-fosil tulang dan tengkorak yang telah ditemukan.

Untuk mengetahui corak kehidupan manusia purba, dapat diteliti oleh para ahli arkeologi dari fosil alat-alat atau sisa-sisa kehidupan manusia purba, seperti gua-gua tempat tinggal manusia purba (abris sous roche) dan tumpukkan sampah kerang (kjokkenmoddinger) yang ada didekat sungai.

Manusia purba di Indonesia


Bukti sejarah keberadaan manusia purba di Indonesia dapat diketahui dari penemuan-penemuan fosil di berbagai tempat di Indonesia. Kata fosil berasal dari bahasa Latin, yaitu fodere yang berarti menggali. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, fosil adalah sisa tulang belulang binatang atau sisa tumbuhan zaman purba yang telah membatu dan tertanam di bawah lapisan tanah.

Setelah penelitian dilakukan, manusia purba yang ada di Indonesia dan dunia dapat digolongkan ke dalam beberapa jenis. Setiap jenis manusia purba memiliki sifat dan karakter yang khas (mewakili zaman dan tempat hidupnya masing-masing).

Dengan ditemukannya manusia-manusia purba di Indonesia (khususnya di Jawa) telah membuat Indonesia menjadi terkenal dan penting bagi penelitian sejarah kehidupan dan perkembangan manusia di masa lampau. Oleh karena itu banyaknya temuan fosil manusia purba di Indonesia, Indonesia sering mendapatkan julukan museum manusia purba dunia.

Penelitian manusia purba di Indonesia diawali dengan penemuan sebuah tengkorak di desa Wajak, Tulungagung (Jawa Timur) oleh seorang Belanda yang bernama B.D. van Rietschoten. Penemuan itu bersamaan dengan upaya menemukan marmer di daerah tersebut. Sejak penemuan fosil manusia purba itu, para ahli paleoantropologi baik yang berasal dari luar negeri maupun dari dalam negeri mengadakan penelitian di Indonesia. 

Para ahli tersebut di antaranya sebagai berikut :

a. Eugene Dubols


Eugene Dobols merupakan seorang dokter berkebangsaan Belanda yang bekerja dalam Korps Kesehatan Tentara Belanda. Maksud kedatangan Eugene Dubols di Indonesia adalah untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut tentang keberadaan dan kehidupan manusia purba di Indonesia. Dubols datang ke Indonesia karena tertarik dengan kiriman sebuah tengkorak manusia purba dari temannya, yaitu Van Rietschoten pada tahun 1889.

Dalam penelitiannya, Dubols berhasil menemukan fosil tengkorak di dekat desa Trinil, Jawa Timur pada tahun 1890. Fosil hasil temuannya tersebut kemudian diberi nama Tithecanhtropus erectus (manusia kera yang dapat berjalan tegak). Fosil tersebut diperkirakan berusia lebih kurang satu juta tahun. Penemuan Dubols tersebut ternyata telah menggemparkan dunia ilmu pengetahuan di bidang paleoantropologi dan biologi.

Kedatangan Eugene Dubols ke Indonesia diikuti oleh sebuah tim paleoantropologi yang dipimpin oleh Ny. Selenka ke Trinil. Namun, ternyata tim ini kurang beruntung karena hanya berhasil menemukan fosil binatang dan tumbuhan-tumbuhan tanpa menemukan satu fosil manusia pun.

b. Ter Haar, Oppenoorth, dan G.H.R. von Koenigswald


Ketiga peneliti ini mengadakan penelitian di daerah Ngandong (Kabupaten Blora). Dari hasil penelitiannya berhasil ditemukan empat belas fosil manusia purba. Fosil-fosil itu lebih dikenal dengan Homo soloensis karena ditemukan di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo.

Penelitian selanjutnya dilakukan di daerah Sangiran, Surakarta antara tahun 1936-1941. Pada penelitian ini Von Koenigswald menemukan fosil-fosil rahang gigi dan tengkorak manusia. Temuan di Sangiran ini penting karena penemuannya terjadi baik di lapisan pleistosen tengah maupun pleistosen bawah.

c. Tjokrohandoyo dan Duifjes


Kedua peneliti ini mengadakan penelitian di Mojokerto dan di Surakarta. Usaha penggalian yang dilakukan oleh Tjokrohandoyo dan Duifjes telah menemukan dua fosil. Fosil-fosil yang ditemukan di desa Perning dekat Mojokerto dan Sangiran dekat Surakarta tersebut menjadi sangat penting, karena diperkirakan berasal dari lapisan tanah yang sangat tua (lebih kurang dua juta tahun yang lalu). Fosil tersebut diberi nama Homo mojokertensis.

d. Prof. Dr. Teuku Jacob


Setelah Indonesia merdeka, penelitian tentang manusia purba dilanjutkan oleh para ahli dari Indonesia di antaranya adalah Teuku Jacob. Teuku Jacob mengadakan penelitian di desa Sangiran di sepanjang Sungai Bengawan Solo. Penelitian ini berhasil menemukan tiga belas fosil. Fosil terakhir ditemukan pada tahun 1973 di desa Sambungmacan, Sragen.

Melalui penelitiannya yang dilakukan oleh para ahli tersebut, berhasil diketahui kehidupan dan keberadaan manusia purba di Indonesia. Penelitian dan penemuan-penemuan tersebut dapat dijadikan sumber yang berharga untuk mengetahui perkebangan manusia purba pada masa praaksara.

2. Jenis-Jenis Manusia Purba di Indonesia


Berdasarkan rekonstruksi fosil dan benda peninggalannya, para ahli mengelompokkan manusia purba di Indonesia menjadi tiga jenis yaitu Manusia Purba Meganthropus, Manusia Purba Pithecanthropus, dan Manusia Purba Homo sapiens.

a. Manusia Purba Meganthropus


Fosil Manusia Purba Meganthropus ditemukan pada lapisan pleistosen bawah pada tahun 1914 oleh Von Koenigswald. Von Koenigswald melakukan survei eksploratif di wilayah Sangiran menggunakan peta geologi datigan skala 1 : 20.000 yang dibuat seorang ahli geologi bernama L.J.C. van Es.

Jenis Manusia Purba Meganthropus yang paling terkenal adalah Manusia Purba Meganthropus Palaeojavanicus berasal dari kata mega artinya besar, anthropus artinya manusia, palaeo artinya tua, dan javanicus artinya di Jawa. Secara etimologi, Manusia Purba Meganthropus Palaeojavanicus berarti manusia besar atau raksasa pertama yang hidup di Jawa.

Diperkirakan Manusia Purba Meganthropus Palaeojavanicus hidup antara 2-1 juta tahun yang lalu. Adapun ciri yang menonjol adalah rahang kuat, geraham besar, dan badan tegap. Rahang Manusia Purba Meganthropus Palaeojavanicus menunjukkan bahwa manusia purba ini memiliki otot-otot kunyah sangat kukuh, tulang pipi tebal, tonjolan kening mencolok, tonjolan belakang kepala tajam, memiliki otot tengkuk yang kuat, dan tidak memiliki dagu. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, para ahli menyimpulkan bahwa Manusia Purba Meganthropus Palaeojavanicus mengonsumsi tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan sebagai makanan utama.

Berdasarkan bentuk fosil yang ditemukan, Manusia Purba Meganthropus Palaeojavanicus termasuk jenis Manusia Purba Homo habilis. Manusia Purba Homo habilis merupakan makhluk yang menyerupai manusia dan primata. Disebut dengan habilis karena pada tempat-tempat penemuan tulang belulangnya ditemukan pula jenis batu yang tampaknya telah dipergunakan untuk peralatan. Jenis batu tersebut belum diolah.

Jenis Manusia Purba Homo Habilis hidup sekira 3.750.000-1.500.000 tahun sebelum Masehi. Hingga saat ini para ahli masih kesulitan mengidentifikasi keberadaan dan kebudayaan peninggalan Manusia Purba Homo Habilis. Para ahli masih berbeda pendapat tentang Manusia Purba Meganthropus. Ada yang menganggap Manusia Purba Meganthropus sebagai Manusia Purba Pithecanthropus, tetapi ada juga yang menganggap sebagai Manusia Purba Homo Habilis.

b. Manusia Purba Pithecanthropus


Manusia Purba Pithecanthropus disebut juga manusia kera. Berdasarkan fosil-fosil yang ditemukan, Manusia Purba Pithecanthropus merupakan jenis manusia purba yang paling banyak jenisnya di Indonesia. Fosil Manusia Purba Pithecanthropus ditemukan di Trinil, Perning daerah Mojokerto, Sangiran, Kedung Brubus, Sambungmacan, dan Ngandong.

Ciri-ciri Manusia Purba Pithecanthropus adalah sebagai berikut ini :

  • Tinggi tubuhnya kira-kira 165-180 cm.
  • Badan tegap, tetapi tidak setegap Meganthropus.
  • Tonjolan kening tebal dan melintang sepanjang pelipis.
  • Otot kunyah tidak sekuat Meganthropus.
  • Volume otaknya 750-1.300 cc.
  • Hidung lebar dan tidak berdagu.
  • Makanannya bervariasi, yaitu tumbuhan dan daging hewan buruan.

Manusia Purba Pithecanthropus diperkirakan hidup 2 juta -200 ribu tahun yang lalu. Manusia Purba Pithecanthropus hidup dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan. Manusia Purba Pithecanthropus belum bisa memasak makanan sehingga makanan dikonsumsi tanpa dimasak terlebih dahulu. Manusia Purba Pithecanthropus tinggal di tempat-tempat terbuka dan selalu hidup berkelompok. 

Berikut jenis-jenis Manusia Purba Pithecanthropus :

1. Manusia Purba Pithecanthropus Mojokertensis


Manusia Purba Pithecanthropus Mojokertensis ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1936 di lapisan pleistosen bawah. Manusia Purba Pithecanthropus Mojokertensis artinya manusia kera dari Mojokerto. Manusia Purba Pithecanthropus Mojokertensis disebut juga Manusia Purba Pithecanthropus Robustus yang artinya manusia kera berahang besar. 

Adapun ciri-ciri fisik Manusia Purba Pithecanthropus Mojokertensis antara lain sebagai berikut ini :

  1. Badan tegap.
  2. Tinggi badan antara 165-180.
  3. Hidung lebar.
  4. Tulang rahang dan gerahang kuat.
  5. Tidak memiliki dagu.
  6. Tulang pipi kuat.
  7. Volume otak 750-1.300 cc.
  8. Hidupnya masih dari mengumpulkan makanan (food gathering).

2. Manusia Purba Pithecanthropus Erectus atau Manusia Purba Homo Erectus


Spesimen-spesimen Manusia Purba Pithecanthropus Erectus ditemukan pada tahun 1890-1891 di Kedung Brubus dan Trinil, Jawa Timur oleh Eugene Dubois. Fosil Manusia Purba Pithecanthropus Erectus yang ditemukan berupa rahang, gigi, dan sebagian tulang tengkorak. Diperkirakan Pithecanthropus erectus hidup sekitar 700.000 tahun yang lalu. Manusia Purba Pithecanthropus Erectus artinya manusia kera yang berjalan tegak.

Nama ilmiah Manusia Purba Pithecanthropus Erectus saat ini adalah Manusia Purba Homo erectus. Manusia Purba Homo Erectus artinya manusia yang berjalan tegak. Sebagian ahli meyakini Homo erectus berasal dari Afrika. Para ahli berpendapat bahwa Manusia Purba Homo Erectus bermigrasi selama masa pleistosen dan terus menyebar ke seluruh dunia hingga mencapai Asia Tenggara. 

Adapun ciri-ciri Manusia Purba Homo Erectus antara lain sebagai berikut ini :

  • Volume otak 900 cc.
  • Tulang kening menonjol.
  • Tulang dahi lurus ke belakang.
  • Tulang kaki sudah cukup besar.
  • Geraham besar.
  • Berat badan sekitar 100 kg dengan tinggi badan 165-170 cm.

Studi terbaru menunjukkan bahwa Manusia Purba Homo Erectus memiliki kemampuan inteligensia yang tinggi. Kesimpulan tersebut diperoleh dari kebiasaan yang dilakukan Manusia Purba Homo Erectus yaitu menggunakan api. Penelitian yang dipublikasikan pada bulan Februari 2013 dalam Cambridge Archaeological Journal menunjukkan bahwa penggunaan api membutuhkan perencanaan jangka panjang dan kerja sama kelompok. Adapun bukti awal mengenai penggunakan api dalam studi ini menunjukkan bahwa manusia purba jenis Manusia Purba Homo Erectus diperkirakan lebih cerdas dari perkiraan sebelumnya.

Manusia Purba Homo Erectus menurut Terrence Twomey (seorang antropolog dari University of Melbourne, Australia) telah menggunakan api sejak 1 juta tahun yang lalu. Diduga Manusia Purba Homo Erectus belajar memanfaatkan api dari sambaran petir atau sumber alami lainnya. Menurut Terrence Twomey, Manusia Purba Homo Erectus sudah mampu bekerja sama satu sama lain dan tidak mencuri makanan sesamanya.

Walaupun telah mampu menggunakan api dan mengolah makanan, Manusia Purba Pithecanthropus belum bisa dikategorikan sebagai manusia cerdas. Hal tersebut dapat dilihat dari volume otak, dan bentuk fisiknya yang belum menyerupai manusia modern saat ini. Seiring perkembangan waktu, muncul jenis manusia purba yang memiliki kemampuan lebih tinggi dari jenis Manusia Purba Meganthropus Palaeojavanicus dan Manusia Purba Pithecanthropus yaitu Manusia Purba  Homo Sapiens.

c. Manusia Purba Homo Sapiens


Manusia Purba Homo Sapiens artinya manusia cerdas. Manusia Purba Homo Sapiens berasal dari zaman holosen. Dalam kehidupannya Manusia Purba Homo Sapiens sudah menggunakan akal dan memiliki sifat seperti manusia modern sekarang, tetapi kehidupan Manusia Purba Homo Sapiens masih sederhana.

Ciri-ciri Manusia Purba Homo Sapiens antara lain sebagai berikut ini :

  • Volume otak 1.000-1.200 cc.
  • Tinggi badan 130-210 cm.
  • Otot tengkuk mengalami penyusutan.
  • Alat kunyah dan gigi mengalami penyusutan.
  • Muka tidak menonjol.
  • Berdiri dan berjalan tegak.
  • Berdagu.
  • Tulang rahangnya tidak terlalu kuat.

Berdasarkan daerah temuannya di Indonesia Manusia Purba Homo Sapiens dibedakan sebagai berikut ini :

1. Manusia Purba Homo Wajakensis (Manusia dari Wajak)


Manusia Purba Homo Wajakensis ditemukan di Wajak, Tulungagung pada tahun 1889 oleh Van Rietschoten di lapisan pleistosen atas. van Rietschoten menemukan beberapa bagian tengkorak manusia purba.

Temuan tersebut kemudian diselidiki oleh Eugene Dubois dan diberi nama Manusia Purba Homo Wajakensis. Berdasarkan lapisan asalnya (pleistosen atas), Manusia Purba Homo Wajakensis termasuk ras Australoid dan bernenek moyang Homo soloensis, serta menurunkan penduduk asli Australia. Oleh karena itu sudah mengenal upacara penguburan, maka oleh Von Koenigswald, Manusia Purba Homo Wajakensis dikatagorikan dalam jenis Manusia Purba Homo Sapiens.

Adapun ciri-ciri Manusia Purba Homo Wajakensis antara lain sebagai berikut :

  • Kapasitas tengkorak 1.650 cc.
  • Muka lebar.
  • Hidung lebar tetapi rata.
  • Orbit mata persegi.
  • Rahang bawah dan gigi berukuran besar.

Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan bahwa tubuh Manusia Purba Homo Wajakensis tinggi, isi tengkorak besar, dan dapat dikategorikan dalam jenis Manusia Purba Homo Sapiens. Namun para ahli sulit menentukan ras Manusia Purba Homo Sapiens karena Manusia Purba Homo Sapiens termasuk ras Mongoloid dan Austromelanesoid.

2. Manusia Purba Homo Soloensis (Manusia dari Solo)


Fosil Manusia Purba Homo Soloensis pertama kali ditemukan pada tahun 1931-1932 oleh ahli geologi Belanda (C. Ter Haar dan Ir. Oppenoorth). Kedua ahli tersebut menemukan sebelas tengkorak fosil Manusia Purba Homo Soloensis di lapisan pleistosen atas yang kemudian diselidiki oleh Von Koenigswald dan Weidenreich. Berdasarkan fosil yang ditemukan, para ahli memperkirakan jenis Manusia Purba Homo Soloensis lebih bukan kera, melainkan manusia purba. Diperkirakan Manusia Purba Homo Soloensis hidup sekira 900.000-300.000 tahun yang lalu.

Menurut Von Koenigswald, Manusia Purba Homo Soloensis lebih tinggi tingkatnya bila dibandingkan dengan Manusia Purba Homo Erectus. Para ahli memperkirakan Manusia Purba Homo Soloensis merupakan evolusi dari Manusia Purba Pithecanthropus MojokertensisManusia Purba Homo Soloensis, oleh sebagian ahli digolongkan sezaman dengan Manusia Purba Homo Neanderthalensis yang merupakan manusia purba jenis Homo Sapiens.

Berikut ciri-ciri Manusia Purba Homo Soloensis :

  1. Memiliki volume otak 1.000-2.000 cc.
  2. Tinggi badan 130-120 cm.
  3. Otot tengkuk mengalami penyusutan.
  4. Muka tidak menonjol.
  5. Berdiri tegak dan berjalan lebih sempurna.

3. Manusia Purba Homo Floresiensis (Manusia dari Flores)


Manusia Purba Homo Floresiensis merupakan salah satu jenis manusia purba Indonesia yang ditemukan oleh sekelompok peneliti dari Indonesia (peneliti dari Pusat Arkeologi Nasional yang dipimpin oleh R.P. Soedjono) dan Australia (Mike Morwood). Dalam penelitian tahun 2003 berhasil menemukan fosil kerangka manusia kecil jenis hobit yang diperkirakan berusia 18.000 tahun.

Fosil tersebut ditemukan di Liang Bau, sebuah gua kapur yang ada di Ruteng, Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur. Fosil kerangka hobit yang ditemukan berjenis kelamin wanita dengan ukuran tubuh jauh lebih kecil dibandingkan ukuran manusia normal. 

Selain fosil kerangka hobit, juga ditemukan fosil tikus raksasa sebesar kucing, gajah kerdil yang disebut stegodon, fosil komodo dan peralatan dari batu seperti yang digunakan Manusia Purba Homo Erectus, tetapi berukuran jauh lebih kecil.

Selanjutnya temuan fosil kerangka hobit tersebut diumumkan sebagai spesies manusia baru yang disebut dengan Manusia Purba Homo Floresiensis atau Manusia Purba dari Flores. Diperkirakan Manusia Purba Homo Floresiensis memiliki tinggi badan 100 cm dengan berat badan 30 kg, sudah berjalan tegak dan tidak memiliki dagu. Diperkirakan Manusia Purba Homo Floresiensis hidup sekira 18.000 tahun lalu di Kepulauan Flores.

Penyebutan Manusia Purba Homo Floresiensis sebagai manusia baru masih menuai kontroversi. Menurut harian Sydney Morning Herald yang terbit pada tanggal 19 November 2009, para ilmuan menyatakan bahwa hobit yang ditemukan merupakan spesies yang belum diketahui. 

Adapun menurut Teuku Jacob, ahli paleoantropologi dari Universitas Gadjah MadaManusia Purba Homo Floresiensis bukan spesies baru, melainkan nenek moyang orang-orang katai Flores yang menderita microcephalia (bertengkorak kecil dan berotak kecil). Penyakit tersebut sampai sekarang masih ditemukan pada beberapa penduduk yang hidup di sekitar Gua Liang Bua.





Post a Comment for "Manusia purba di Indonesia"