Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Syarat Perjuangan Merebut Pembebasan Irian Barat

1. Latar Belakang Perjuangan

Salah satu hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diselenggarakan di Den Haag, Belanda pada tanggal 23 Agustus - 2 September 1949 adalah masalah Irian Barat (sekarang Papua) akan diselesaikan dalam waktu satu tahun sesudah pengakuan kedaulatan. 

Dengan keputusan tersebut, ternyata ada perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda. Bangsa Indonesia menafsirkan bahwa Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia tetapi ternyata Belanda menafsirkan hanya akan merundingkan masalah Irian Barat dan bukan diserahkan ke Republik Indonesia.

2. Perjuangan Membebaskan Irian Barat

a. Perjuangan Diplomasi
Dalam menghadapi masalah Irian Barat, Indonesia menempuh tiga bentuk perjuangan, yaitu diplomasi, konfrontasi politik dan ekonomi, serta konfrontasi militer. Dalam melakukan perjuangan diplomasi dilakukan dua tahap, tahap pertama Indonesia berupaya melalui diplomasi bilateral dengan berunding langsung dengan belanda, tetapi selalu mengalami kegagalan. Pada tahap kedua, Indonesia membawa Irian Barat ke sidang Majelis Umum PBB.

Dalam sidang Majelis Umum PBB, Indonesia selalu berusaha menyakinkan bahwa masalah Irian Barat perlu mendapatkan perhatian karena masalah Irian Barat tersebut menunjukkan adanya penindasan suatu bangsa terhadap hak bangsa lain.

Setelah upaya diplomasi tidak membawa hasil pemerintah mengambil sikap dengan membatalkan Uni Indonesia-Belanda dan pembatalan persetujuan KMB pada tahun 1956. Pada tahun 1957, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia dalam sidang Majelis Umum PBB menyatakan bahwa Indonesia akan menempuh jalan lain jika usaha dalam forum PBB tidak membawa hasil.

Dalam menanggapi usaha Indonesia tersebut, Belanda menyakinkan PBB bahwa masalah Irian Barat ialah masalah bilateral antara Indonesia dan Belanda. Pernyataan Belanda tersebut mendapat dukungan dari negara Eropa Barat, terutama sesama anggota NATO, akibatnya resolusi pengembalian Irian Barat gagal.

Syarat Perjuangan Merebut Pembebasan Irian Barat

b. Konfrontasi Ekonomi dan Politik
Oleh karena itu perjuangan diplomasi tidak membawa hasil, Indonesia meningkatkan perjuangan dalam bentuk konfrontasi ekonomi dan politik. Konfrontasi ekonomi dilakukan dengan pengambilalihan perusahaan-perusahaan milik Belanda.

Konfrontasi ekonomi tersebut sebagai berikut ini :
  • Pada tahun 1956, secara sepihak Indonesia membatalkan hasil KMB dan diumumkan pembatalan utang-utang Republik Indonesia kepada Belanda.
  • Selama tahun 1956 dilakukan pemogokan buruh di perusahaan-perusahaan Belanda, melarang terbitan film berbahasa Belanda, memboikot kepentingan-kepentingan Belanda di Indonesia dan lain-lain.
  • Selama tahun 1958-1959 dilakukan nasionalisasi terhadap kurang lebih 700 perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia serta mengalihkan pusat pemasaran komoditas Republik Indonesia dan Rotterdam (Belanda) ke Bremen, Jerman.
Adapun konfrontasi politik dilakukan melalui tindakan-tindakan sebagai berikut ini :
  • Kabinet Sukiman pada tanggal 1951 menyatakan bahwa hubungan Indonesia dengan Belanda merupakan hubungan bilateral biasa, bukan hubungan Unie-Statuut.
  • Pada tanggal 3 Mei 1956, pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo II diumumkan pembatalan hasil KMB.
  • Pada tanggal 17 Agustus 1956, dibentuk Provinsi Irian Barat dengan ibu kotanya di Soasiu (Tidore) dan Zaenal Abidin Syah (Sultan Tidore) sebagai gubernurnya, Provinsi Irian Barat meliputi Irian, Tidore, Oba, Weda, Patani, dan Wasile.
  • Tanggal 18 November 1957 di Jakarta diadakan rapat umum pembebasan Irian Barat.
  • Pada tahun 1958, pemerintah menghentikan kegiatan-kegiatan konsuler Belanda di Indonesia.
  • Pada tanggal 8 Februari 1958, dibentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat.
  • Pada tanggal 17 Agustus 1960, diumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda
Tujuan pembentukan Front Nasional Pembebasan Irian Barat ialah sebagai berikut :
  • Menyelesaikan revolusi nasional Indonesia.
  • Melaksanakan pembangunan semesta nasional.
  • Mengembalikan Irian Barat ke dalam wilayah Republik Indonesia.
Melihat hubungan yang tegang antara Indonesia dan Belanda tersebut, PBB dalam sidang umum tahun 1961 kembali memperdebatkan masalah Irian Barat. Sekjen PBB, U Thant, meminta Ellsworth Bunker (diplomat Amerika Serikat) untuk menengahi perselisihan Indonesia dan Belanda.

Pada bulan Maret 1962, Elisworth Bunker mengusulkan agar Belanda menyerahkan Irian Barat ke Indonesia dengan perantara PBB dalam jangka waktu dua tahun. Belanda tidak mengindahkan usul tersebut dan mengajukan usul agar Irian Barat di bawah pengawasan PBB.

Usulan Belanda tersebut membuktikan bahwa Belanda tidak ingin Irian Barat menjadi bagian dari Indonesia, bahkan tanpa persetujuan PBB Belanda mendirikan negara Papua lengkap dengan bendera dan lagu kebangsaan.

c. Konfrontasi Militer
Menghadapi tindakan Belanda tersebut pemerintah segera mengambil tindakan untuk membebaskan Irian Barat. Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno mengumumkan trikomando rakyat (Trikora) di Yogyakarta. Peristiwa ini menandai dimulainya konfrontasi militer terhadap Belanda.

Isi Trikora sebagai berikut ini :
  • Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda.
  • Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia.
  • Bersiaplah untuk mobilisasi umum untuk mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.
Setelah itu, diadakan rapat Dewan Pertahanan Nasional dan gabungan kepala staf serta Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat. Hasil rapatnya sebagai berikut ini :
  • Membentuk Provinsi Irian Barat gaya baru dengan putra Irian sebagai gubernurnya.
  • Membentuk Komando Mandala yang langsung di bawah ABRI.
Pembentukan Provinsi Irian Barat gaya baru diputuskan dengan Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1962. Provinsi Irian Barat beribu kota di Jayapura (pada zaman Belanda bernama Hollandia). Pada tanggal 11 Januari 1962 untuk melaksanakan Trikora Presiden Soekarno membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian Barat yang berkedudukan di Makasar. Pada bulan yang sama, juga ditetapkan susunan Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat.

Susunan Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat ialah sebagai berikut ini :
  • Panglima Besar : Presiden atau Panglima Tertinggi Soekarno.
  • Wakil Panglima Besar : Jenderal A.H. Nasution.
  • Kepala Staf : Mayor Jenderal Ahmad Yani.
Adapun susunan Komando Mandala ialah sebagai berikut ini :
  • Panglima Mandala : Mayor Jenderal Soeharto
  • Wakil Panglima I : Kolonel Laut Subono
  • Wakil Panglima II : Letnan Kolonel Udara Leo Watimena
  • Kepala Staf Umum : Kolonel Ahmad Taher
Tugas Komando Mandala ialah sebagai berikut ini :
  • Menyelenggarakan organisasi militer pembebasan Irian Barat.
  • Memimpin dan mempergunakan segenap pasukan bersenjata, barisan perlawanan rakyat ataupun potensi nasional lainnya dalam lingkungan kekuasaannya untuk membebaskan Irian Barat.
Sebelum Komando Mandala melakukan operasi terlebih dahulu dilakukan penyusupan ke Irian Barat. Pada tanggal 15 Januari 1962, terjadi pertempuran di Laut Aru. Dalam insiden di Laut Aru tersebut. Kepala Stad Angkatan Laut Laksamana Pertama (Komodor), Yos Sudarso bersama Komando KRI Macan Tutul Kapten (Laut) Wiratno dan beberapa prajurit TNI-AD gugur sebagai pahlawan.

Operasi-operasi yang direncanakan Komando Mandala di Irian Barat dibagi dalam tiga fase, yaitu sebagai berikut ini :

a. Fase Infiltrasi (Penyusupan) sampai akhir 1962
Fase infiltrasi yaitu dengan memasukkan sepuluh kompi di sekitar sasaran tertentu untuk menciptakan daerah bebas de facto yang kuat sehingga sulit dihancurkan oleh musuh.

b. Fase Eksploitasi (Mulai Awal 1963)
Fase eksploitasi yaitu dengan mengadakan serangan terbuka terhadap militer lawan dan menduduki pos pertahanan musuh yang penting.

c. Fase Konsolidasi (Awal 1964)
Fase konsolidasi yaitu dengan mendudukkan kekuasaan Republik Indonesia secara mutlak di seluruh Irian Barat.

Melihat situasi yang genting, akhirnya pada bulan Maret 1962 Amerika Serikat melalui seorang diplomatnya (Ellsworth Bunker) mengajukan usul yang dikenal dengan Rencana Bunker.

Isi Rencana Bunker ialah sebagai berikut ini :
  • Pemerintah di Irian Barat harus diserahkan kepada Republik Indonesia.
  • Sesudah sekian tahun, rakyat Irian Barat harus diberi kesempatan untuk menentukan pendapat, apakah tetap berada dalam negara Republik Indonesia atau memisahkan diri.
  • Pelaksanaan penyerahan Irian Barat akan selesai dalam waktu dua tahun.
  • Untuk menghindari bentrokan fisik antara kekuatan Indonesia dan Belanda, diadakan masa peralihan di bawah PBB selama satu tahun.
Pihak Republik Indonesia menyambut baik usul Amerika Serikat dan mendapatkan simpati internasional. Belanda tidak memberikan tanggapan. Menghadapi sikap Belanda tersebut, Komando Mandala mulai bulan Maret sampai Agustus 1962 melakukan serangkaian operasi.

Operasi ini meliputi Operasi Banteng di Fak-Fak dan Kaimana, Operasi Serigala di Kaimana, dan Merauke. Pada fase eksploitasi direncanakan melalui serangan terbuka (Operasi Jayawijaya) yang akan dilaksanakan pada tanggal 14 Agustus 1962. Namun, operasi ini batal dilaksanakan karena antara Indonesia dan Belanda terjadi persetujuan pada tanggal 15 Agustus 1962.

3. Akhir Pembebasan Irian Barat

Akhirnya perjuangan-perjuangan yang dilakukan bangsa Indonesia berhasil memaksa Belanda melepaskan Irian Barat kembali ke Republik Indonesia. Pada tanggal 15 Agustus 1962, berhasil ditandatangani Persetujuan New York antara pihak Republik Indonesia dan Belanda yang disaksikan oleh sekjen PBB. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Luar Negeri, Dr. Subandrio sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh Van Royen dan Schuuman.

Isi Pokok Perjanjian New York adalah sebagai berikut :
  • Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada penguasa pelaksana sementara PBB UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority) pada tanggal 1 Oktober 1962.
  • Pada tanggal 1 Oktober 1962, bendera PBB akan berkibar di Irian Barat berdampingan dengan bendera Belanda, yang selanjutnya akan diturunkan pada tanggal 31 Desember 1962 untuk digantikan dengan bendera Indonesia mendampingi bendera PBB.
  • Pemerintah UNTEA berakhir pada tanggal 1 Mei 1963. Pemerintahan selanjutnya diserahkan kepada pihak Indonesia dan bendera PBB diturunkan.
  • Selama masa UNTEA sebanyak-banyaknya tenaga (pegawai) Indonesia akan dipergunakan sedangkan tenaga dan tentara Belanda akan dipulangkan selambat-lambatnya tanggal 1 Mei 1963.
  • Pada tahun 1969, Irian Barat diberi kesempatan untuk menyatakan pendapatnya tetap dalam Republik Indonesia atau memisahkan diri dari Republik Indonesia.
Selanjutnya untuk menjamin keamanan di Irian Barat dibentuk suatu pasukan keamanan PBB yang dinamakan United Nations Security Forces (UNSF) di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Said Uddin Khan dari Pakistan.

Sesuai dengan Perjanjian New York proses pengembalian Irian Barat dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut ini :
  • Mulai tanggal 1 Oktober 1962 kekuasaan Belanda atas Irian Barat berakhir.
  • Mulai tanggal 1 Oktober 1962-1 Mei 1963, Irian Barat berada di bawah pengawasan pemerintahan sementara PBB yang disebut United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA).
  • Secara resmi mulai tanggal 31 Desember 1963, PBB menyerahkan Irian Barat kepada pemerintah Republik Indonesia. Upacara serah terima dilakukan di Hollandia (sekarang Jayapura) dan pihak Indonesia diwakili oleh Men/Pangad Letnan Jenderal Ahmad Yani.
Pada tahun 1969 sesuai dengan Perjanjian New York pemerintah Republik Indonesia mengadakan penentuan pendapat rakyat (pepera). Melalui Pepera tersebut rakyat diberi kesempatan untuk memilih tetap bergabung dengan Republik Indonesia atau merdeka. Hasilnya Dewan Musyawarah pepera memutuskan tetap bergabung dengan Republik Indonesia.

Hasil pepera kemudian dibawa oleh diplomat PBB 9Ortis Sanz) untuk dilaporkan dalam sidang Majelis Umum PBB ke-24 dan pada tanggal 19 November 1969, sidang umum PBB mengesahkan hasil Pepera tersebut.

Baca juga selanjutnya di bawah ini :

Post a Comment for "Syarat Perjuangan Merebut Pembebasan Irian Barat"