Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mamluk Burji 792 - 923 H/1389 - 1517 M

Mamluk Burji 792 - 923 H/1389 - 1517 M 

Masa pemerintahan Mamluk Burji diawali dengan berkuasanya Sultan Barquq (784 H./ 1382 M.-801 H./ 1399 M.) setelah berhasil menggulingkan sultan terakhir dari Mamluk Bahri, Shalih Haj bin Asyraf Sya'ban. Sesungguhnya tidak ada perbedaan pemerintahan Mamluk Bahri dan Burji, baik dari segi status para sultan yang dimerdekakan ataupun dari segi sistem pemeritahan yang oligarki. 

Hal-hal yang membedakan kedua pemerintahan tersebut adalah suksesi pemerintahan Mamluk Bahri lebih banyak terjadi dengan turun-temurun, sedangkan pada masa Mamluk Burji suksesi lebih banyak terjadi karena perang saudara dan huru-hara. Pertentangan ini .disebabkan sistem pendidikan bagi para Mamluk tidak ketat, dan mereka diperbolehkan untuk tinggal di luar pusat-pusat latihan bersama rakyat biasa.

Pemerintahan selanjutnya dipimpin oleh Sultan Al-Nashir Faraj (801 H./ 1399 M.-808 H./ 1405 M.), putra Sultan Barquq dan merupakan salah seorang cucu Jengis Khan yang telah masuk Islam dan berkuasa di wilayah Samarkand dan Khurasan, Timur Lenk (771 H./ 1370 M.-807 H./1405 M.), melakukan penyerangan ke wilayah Suriah. 

Mamluk Burji 792 - 923 H/1389 - 1517 M

Timur Lenk tampaknya mengulang kembali sejarah keberingasan pasukan Mongol pada zaman Hulagu Khan ketika menguasai wilayah-wilayah tetangganya yang muslim. Pasukan Mamluk pun menyiapkan diri untuk menghadang serangan Timur Lenk tersebut. Pada tahun 1401, Aleppo dapat dikuasai oleh pasukan Timur Lenk dan disusul dengan Damaskus yang menyerah setelah tentara Mamluk dapat dikalahkan. 

Kota Damaskus dibumihanguskan, baik sekolah maupun masjid dibakar. Ketika pasukan Mamluk disiagakan kembali untuk merebut Damaskus, Timur Lenk sudah meninggalkan kota itu dan akhirnya diadakanlah perjanjian perdamaian serta bertukar tawanan perang”). 

Sementara itu, dua Sultan Mamluk Burji, yakni Al-Asyraf Baribai (825 H./l422 M.-841' H./1437 M.) dan Al-Zahir Khusyqadam (865 H./ 1461 M.-872 H./ 1467 M.) masih harus terus mempertahankan wilayahnya dari serangan pasukan Salib di Kepulauan Cyprus dan Rhodos (Laut Aegea, sekarang milik Yunani). 

Kedua ekspedisi militer ini berhasil menahan kekuatan kaum Nasrani dan dengan demikian, pasukan Mamluk kembali membuktikan keunggulannya untuk dapat menguasai jalur perdagangan di Laut Tengah. Banyak dari sultan-sultan Mamluk Burji naik tahta pada usia muda. 

Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab melemahnya Dinasti Mamluk. Para Mamluk selalu disibukkan dengan gejolak atau pertentangan yang terjadi. Dana kesultanan lebih banyak dikeluarkan untuk aksi-aksi militer, sementara itu pemasukan semakin menipis. Rongrongan dari luar wilayah Mamluk pun datang beruntun karena para Mamluk tidak mengutamakan persatuan dan banyak yang meminta bantuan dari luar. 

Sebagai contoh pada masa pemerintahan Sultan Asyraf Qaitbay (872 H.! 1468 M.-90l H.Il496 M.), terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh para amir Mamluk di wilayah Syam dan Aleppo, dan gerakan pengacau keamanan dari orang Arab di selatan Mesir. Pada masa pemerintahan ini, terjadi penyerangan pasukan Turki Utsmani terhadap wilayah Mamluk yang merupakan cikal-bakal permusuhan antara Dinasti Mamluk dan tentara Turki Utsmani. 

Begitulah seterusnya para Sultan Mamluk dilanda krisis dan perang, baik dari dalam (Mamluk) maupun dari pihak luar seperti serangan tentara Turki Utsmani, orang Portugis yang melarang dan mengusik jalur perdangan Mamluk di Laut Tengah hingga tewasnya Sultan Qanshus AlGuri ketika berperang melawan tentara Turki Utsmani pada tahun 922 H.! 1516 M. Sejak saat itu, Dinasti Mamluk di bawah bayang-bayang tentara Turki Utsmani. 

Sultan terakhir Dinasi Mamluk Burji adalah Al-Asyraf Tumanbai. Ia adalah seorang pejuang yang gigih. Namun, pada saat itu ia tidak memperoleh dukungan dari golongan Mamluk sehingga ia harus menghadapi sendiri pasukan Turki Utsmani yang telah berhasil menguasai Khalifah Abbasiyah, Al-Mutawakkil (232 H./847 M.-247 H./861 M.). 

Akhirnya, Tumanbai ditangkap oleh pasukan Turki Utsmani atas bantuan beberapa amir Mamluk dan kemudian digantung di salah satu gerbang kota Kairo, Bab Al-Zuwailah pada tahun 923 H./ 1517 M. Sejak saat itu, berakhirlah masa pemerintahan Dinasti Mamluk dan dimulainya masa penguasaan Turki Utsmani di Mesir dan Syam.

Baca juga selanjutnya di bawah ini :