Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Isi proklamasi kemerdekaan RI dan terbentuknya RI

Isi proklamasi kemerdekaan RI dan terbentuknya RI 

Nampaknya tidak pernah terbayangkan secara pasti kapan dan oleh siapa proklamasi kemerdekaan Indonesia diikrarkan. Peristiwa yang terjadi di Jepang yaitu dibombardirnya Hiroshima tanggal 6 Agustus 1945 dan Hiroshima 9 Agustus 1945 oleh Sekutu dibawah pimpinan Amerika Serikat ternyata membawa dampak yang besar bagi perjuangan Indonesia.

Pintu kemerdekaan semakin terbuka, Jepang tidak dapat menyembunyikan kekalahannya, walaupun berusaha ditutupi. Kondisi inilah kemudian dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pejuang Indonesia yang sudah lama mencari waktu yang tepat dan ditunggunya.

Isi proklamasi kemerdekaan RI dan terbentuknya RI

Realisasi Indonesia akan menjadi negara yang merdeka bukan isapan jempol belaka seperti apa yang sudah dijanjikan oleh Perdana Menteri Koiso (7 September 1944) dan apa yang sudah dipersiapkan oleh BPUPKI tidak sia-sia.

Ini dibuktikan dengan dipanggilnya tokoh-tokoh nasionalis Indonesia seperti Soekarno, Hatta, Radjiman Widyodiningngrat pada tanggal 9 Agustus 1945 ke Dalat, Saigon (Vietnam). Kedatangan mereka ini dalam rangka memenuhi panggilan Panglima Angkatan Perang Jepang di Asia Tenggara Marskal Terauchi.

Dua hari sebelum kedatangannya ke Dalat, Saigon terjadi peristiwa penting di tanah air yaitu pada tanggal 7 Agustus 1945 terjadinya perubahan nama dari BPUPKI menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Peristiwa ini hendaknya dicermati, karena perubahan tersebut sangat terkait dengan berbagai kesan kemerdekaan Indonesia dihadapan negara lain terutama Jepang.

Perubahan BPUPKI menjadi PPKI merupakan proses Indonesianisasi dari segala buatan Jepang di tanah air. PPKI tidak sama dengan BPUPKI, karena keanggotaannya tidak melibatkan Jepang (Icebagashe tidak lagi ada di dalamnya).

Konsep dasar negara Pancasila, rancangan undang-undang dasar walaupun merupakan produk BPUPKI, tetapi secara yuridis formal disahkan oleh PPKI. Dari sini dapat dilihat bagaimana manisnya permainan politik yang dilakukan oleh peritis kemerdekaan sampai tujuan untuk kemerdekaan tercapai.

Dua hari setelah keberangkatan Soekarno-Hatta dari tanah air, tepatnya pada tanggal 11 Agustus 1945 sampai di Dalat, Saigon pukul 11.40 pagi hari, pada saat itu Masekal Terauchi menerima pemimpin Indonesia dengan suatu upacara dilangsungkan dengan pelantikan Soekarno-Hatta sebagai ketua dan wakil ketua PPKI.

Terdapat dua agenda penting dalam pertemuan itu yaitu (1) tentang waktu Indonesia merdeka dan (2) pembahasan kembali tentang batas-batas wilayah Indonesia sebagai negara merdeka yaitu bekas jajahan Hindia-Belanda seperti yang pernah dibahas sebelumnya pada BPUPKI.

Setelah diadakan pembahasan lebih jauh disetujuilah bahwa kemerdekaan akan diumumkan secara resmi segera setelah sidang PPKI yang direncanakan pada tanggal 18 Agustus 1945. Pada tanggal 14 Agustus 1945 rombongan tiba di tanah air, terdengar oleh golongan pemuda desas-desus bahwa Jepang sudah menerima ultimatum dari Sekutu untuk menyerah tanpa syarat dan akan membuat pengumuman resmi beberapa jam lagi.

Berita itu dengan cepat tersebar di kalangan pemuda sehingga pada pukul 4 sore Sjahrir menjumpai Hatta menceritakan keadaannya tantang cerita itu dan mendesak supaya membuat proklamasi di luar kerangka PPKI. Pada tanggal15 Agustus 1945 Kaisar Hirohito mengumumkan penyerahan Jepang diterima melalui siaran radio di Jakarta.

Siaran ini terutama didengar para pemuda yang termasuk orang-orang Menteng Raya 31 seperti, Chaerul Saleh, Abubakar Lubis, Aidit, Darwis, Djohar Nur, Wikana dan sebagainya. Perbedaan waktu kapan proklamasi kemerdekaan dilaksanakan menyebabkan terjadinya peristiwa Rengasdengklok.

Golongan tua (karena usianya antara 45-50 tahun) tetap pada perjanjiannya dengan Terauchi yaitu setelah rapat PPKI (tanggal18 Agustus 1945), sedangkan  golongan muda (karena umurnya rata-rata 25 tahun) menghendaki secepatnya paling lambat tanggal 16 Agustus 1945.

Ini artinya tanggal 17 Agustus 1945 adalah di luar kehendak ke dua golongan tersebut. Suasana emosional pun terjadi di antara kedua golongan tersebut. Menelusuri sejarah sebelumnya, sejak berdirinya organisasi nasional pertama, yakni Boedi Oetomo hingga masa pendudukan Jepang, kaum pergerakan terbagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok tua dan kelompok muda.

Pembagian dikotomis ini ternyata tidak hanya pembagian berdasarkan kriteria umur belaka tetapi, juga memiliki makna yang lebih dalam yakni perbedaan psikologis, sosiologis, dan politis. Secara psikologis golongan orang tua lebih bersikap hati-hati, dan penuh dengan perhitungan dalam bertindak, kemerdekaan Indonesia.

Menurut golongan muda tidak seharusnya para pejuang kemerdekaan Indonesia menunggu-nunggu berita resmi dari Pemerintahan Pendudukan Jepang. Bangsa Indonesia harus segera mengambil inisiatif sendiri untuk menentukan strategi mencapai kemerdekaan.

Golongan muda ini kemudian mengadakan rapat di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan Timur, Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1945, pukul 20.30 waktu Jawa pada jaman Jepang (pukul 20.00WIB). Yang hadir antara lain Chairul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Margono, Wikana, dan Alamsyah.

Rapat itu dipimpin oleh Chairul Saleh dengan menghasilkan keputusan tuntutan-tuntutan golongan muda yang menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hal dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak dapat digantungkan kepada orang dan kerajaan lain.

Segala ikatan, hubungan dan janji kemerdekaan harus diputuskan dan sebaliknya perlu mengadakan rundingan dengan Ir. Soekarno dan Moh. Hatta agar kelompok pemuda diikut sertakan dalam menyatakan proklamasi.

Setelah rapat dan mengadakan musyawarah, maka diambil keputusan untuk mendesak Bung Karno agar bersedia melaksanakan proklamasi kemerdekaan Indonesia secepatnya sehingga lepas dari Jepang. Yang mendapat kepercayaan dari teman-temannya untuk menemui Bung Karno adalah Wikana dan Darwis.

Oleh Wikana dan Darwis, hasil keputusan itu disampaikan kepada Bung Karno jam 22.30 waktu Jawa jaman Jepang (22.00 WIB) di kediamannya, Jalan Pegangsaan Timur, No.56 Jakarta. Namun sampai saat itu Bung Karno belum bersedia melepaskan ikatannya dengan Jepang, yang berarti belum bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa PPKI.

Di sini  terjadi perdebatan sengit antara Bung Karno dengan Wikana dan Darwis. Dalam perdebatan ini Wikana menuntut agar proklamasi dikumandangkan oleh Soekarno pada keesokan harinya. Wikana yang pernah menjadi anak emas Soekarno dengan terang-terang mengatakan bahwa Soekarno sedang gagal berbuat sebagai bapak.

Keretakan terakhir terjadi Wikana mencetuskan ''Apabila Bung Karno tidak mau mengucapkan pengumuman itu malam ini juga, besuk akan terjadi pembunuhan dan pertumpahan darah''. Dengan sangat marah Soekarno berkata dengan keras, ''Ini leher saya, seretlah saya ke pojok itu, dan sudahilah nyawa ini juga, jangan menunggu besok''.

Moh. Hatta juga mempunyai prinsip yang sama dengan Soekarno tidak akan mau dipaksa untuk mengerjakan apapun dengan terburu-buru, dan menantang pemuda itu untuk mengumumkan sendiri kemerdekaan itu jika mereka mampu melaksanakannya.

Pemuda yang lain berusaha mempercayakan golongan tua, bahwa Jepang sudah tidak bisa berbuat apapun. Dia itu adalah Chairul Saleh mengatakan ''Kami mendengar siaran-siaran dari Australia, dari Amerika Serikat melalui radio yang disegel, kami mempunyai pesawat radio gelap yang disembunyikan di lemari.Jakarta boleh saja menyiarkan kemenangan Jepang, tetapi kami lebih mengetahui bagaimana keadaan yang sesugguhya''.

Soekarno-pun memberikan reaksi ''Kalau engkau, pemuda hendak mengadakan pertumpahan darah yang sia-sia, cobalah tanpa saya''. Para pemuda itu kembali berapat dan membahas tindakan-tindakan yang akan dibuat sehubungan dengan penolakan Soekarno-Hatta.

Pertemuan ini masih dipimpin oleh Chaerul Saleh yang tetap pada pendiriannya bahwa kemerdekaan harus tetap diumumkan dan itu harus dilaksanakan oleh bangsa Indonesia sendiri, tidak seperti yang direncanakan oleh Jepang. Orang yang dianggap paling tepat untuk melaksanakan itu adalah Soekarno-Hatta.

Karena mereka menolak usul pemuda itu, pemuda memutuskan untuk membawa mereka ke luar kota yaitu Rengasdengklok, letaknya yang terpencil yakni 15 km ke arah jalan raya Jakarta-Cirebon. Menurut jalan pemikiran pemuda jika Soekarno-Hatta masih tetap di Jakarta maka kedua tokoh ini akan dipengaruhi dan ditekan oleh Jepang serta menghalanginya untuk memproklamasikan kemerdekaan ini dilakukan.

Pemilihan Rengasdengklok sebagai tempat pengamanan Soekarno-Hatta, didasarkan pada perhitungan militer. Antara anggota Peta Daidan Purwakarta dan Daidan Jakarta terdapat hubungan erat sejak mereka mengadakan latihan bersama.

Secara geografis, Rengasdengklok letaknya terpencil. Dengan demikian akan dapat dilakukan deteksi dengan mudah terhadap setiap gerakan tentara Jepang yang hendak datang ke Rengasdengklok, baik yang datang dari arah Jakarta, maupun dari arah Bandung atau Jawa Tengah.

Tujuan penculikan kedua tokoh ini selain untuk mengamankan mereka dari pengaruh Jepang, juga agar keduanya mau segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia terlepas dari segala ikatan dengan Jepang. Pada dasarnya Soekarno dan Hatta tidak mau ditekan oleh anak-anak muda itu, sehingga mereka tidak mau memproklamasikan kemerdekaan dengan pertimbangan karena adanya tekanan tersebut.

Dalam suatu pembicaraan dengan Shodanco Singgih, Soekarno memang menyatakan kesediannya untuk mengadakan proklamasi segera setelah kembali ke Jakarta. Berdasarkan pemikiran Soekarno ini, Singgih pada tengah hari itu juga kembali ke Jakarta untuk menyampaikan rencana proklamasi kepada kawan-kawan pemuda lainnya.

Peristiwa ini menunjukan adanya ketegangan antara kelompok tua dengan kelompok pemuda yang memiliki sifat, karakter, cara bergerak, dan dunianya sendiri-sendiri. Perbedaan pendapat itu tidak hanya berhenti pada adu argumentasi, tetapi juga sudah mengarah pada tindakan pemaksaan dari golongan muda terhadap golongan tua.

Tentu saja semua ini demi kemerdekaan Indonesia. Melihat sikap Soekarno ini , maka para pemuda berdasarkan rapatnya yang terakhir pada pukul 00.30 waktu Jawa jaman Jepang (24.00 WIB) tanggal 16 Agustus 1945 terdapat keputusan akan mengadakan penculikan terhadap Soekarno dan Hatta dalam rangka upaya pengamanan supaya tidak terpengaruh dari segala siasat Jepang.

Pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30 (jam Jepang) atau pukul 04.00 WIB penculikan (menurut golongan tua ) dilaksanakan. Tidak diketahui secara jelas siapakah yang memulai peristiwa ini. Ada yang mengatakan  Sukarni-lah yang membawa Soekarno-Hatta dini hari ke Rengasdengklok.

Menurut Soekarno , Sjahrir-lah yang menjadi pemimpin penculikan dirinya dengan Moh. Hatta. Soekarno mengatakan dia berbuat curang, tidak ada yang dia kerjakan selain mengkritiknya, dan selama hidupnya Sjahrir tidak pernah bertidak terus terang seperti yang dilakukan oleh Soekarno.

Dia tidak pernah maju ke garis depan pertempuran. Dialah orang yang harus bertanggung jawab terhadap  segala peristiwa yang terjadi kemudian hari di malam itu. Di Rengasdengklok inilah Bung Karno akan didesak untuk memproklamasikan kemerdekaan.

Menurut Diah gagasan ini semacam ilham. Di kota ini diharapkan dapat dipergunakan kemudian sebagai tempat pemusatan kekuasaan bersenjata yang akan merebut Jakarta setelah proklamasi. Walaupun sudah diamankan ke Rengasdengklok , Soekarno-Hatta masih tetap dengan pendiriannya.

Sikap teguh Soekarno-Hatta itu antara lain karena mereka belum percaya akan berita yang diberikan pemuda kepada mereka, dan berita resmi dari Jepang sendiri belum diperoleh. Seorang utusan pemuda yang bernama Yusuf Kunto dikirim ke Jakarta untuk melaporkan sikap Soekarno-Hatta dan sekaligus untuk mengetahui persiapan perebutan kekuasaan yang dipersiapkan pemuda di Jakarta.

Achmad Subarjo sibuk mencari informasi kebenaran tentang penyerahan Jepang kepada Sekutu yang tiba-tiba dikagetkan dengan hilangnya Soekarno-Hatta. Keberadaan Soekarno-Hatta akhirnya diketahui dari Wikana, ketika itu juga Achmad Subarjo datang ke Rengasdengklok dan berhasil menyakinkan para pemuda bahwa proklamasi pasti akan diucapkan keesokan harinya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Sehingga pada tanggal 16 Agustus 1945 malam hari Soekarno-Hatta dibawa kembali ke Jakarta. Sementara itu Jakarta telah terjadi kesepakatan antara golongan tua, yakni Ahmad Subarjo dengan Wikana dari golongan muda untuk mengadakan proklamasi di Jakarta.

Laksamana Muda Maeda bersedia untuk menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya. Berdasarkan kesepakatan itu Jusuf Kunto dari pihak pemuda dan Subarjo yang diikuti oleh sekretaris pribadinya mbah Diro (Sudiro) menuju Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno.

Semua ini dilakukan tidak lepas dari rasa prihatin  sebagai orang Indonesia, sehingga terpanggil untuk mengusahakan agar proklamasi kemerdekaan Indonesia dapat dilaksanakan secepat mungkin. Namun sebelumnya perlu mempertemukan perbedaan pendapat antara golongan tua dan muda.

Untuk itu maka Soekarno dan Moh. Hatta harus terlebih dahulu kembali dari Rengasdengklok ke Jakarta. Rombongan yang terdiri dari Ahmad Subarjo, Sudiro dan Yusuf Kunto segera berangkat menuju Rengasdengklok  tempat dimana Soekarno dan Moh. Hatta diamankan oleh pemuda.

Rombongan tiba di Rengasdengklok pada jam 19.30 (waktu Tokyo) atau 18.00 (waktu Jawa Jepang) atau pukul 17.30 WIB dan bermaksud untuk menjemput dan segera membawa Soekarno-Hatta pulang ke Jakarta. Perlu ditambahkan juga, disamping Soekarno dan Moh. Hatta ikut serta pula Fatmawati dan Guntur Soekarno Putra.

Peranan Ahmad Subarjo sangat penting dalam peristiwa ini, karena mampu mempercayakan para pemuda bahwa proklamasi akan dilaksanakan keesokan hari paling lambat pukul 12.00 WIB. Ini dapat dikabulkan dengan jaminan nyawanya sebagai taruhannya. Akhirnya Subeno komandan kompi Peta setempat bersedia melepaskan Soekarno-Hatta ke Jakarta.

Ahmad Subarjo adalah seorang yang dekat dengan golongan tua maupun muda, bahkan dia juga sebagai penghubung dengan pemuka angkatan laut Jepang Laksamana Madya Maeda. Moh. Hatta meminta Ahmad Subarjo menelpon Hotel Des Indes untuk mengadakan rapat, tetapi ditolak karena sudah pukul 12.00, berdasarkan ijin dari Jepang sebelumnya itu dapat dilaksanakan sebelum jam 10.00 WIB.

Dan melalui dia, Maeda menawarkan rumahnya sebagai tempat yang aman dan terlindungi untuk menyusun naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah lama ditunggu-tunggu. Bertitik tolak dari keadaan yang demikian, kedudukan Maeda baik secara resmi maupun pribadi menjadi sangat penting.

Dan justru dalam saat-saat yang genting itu, Maeda telah menunjukan kebesaran moralnya. Berdasarkan keyakinan bahwa kemerdekaan merupakan aspirasi alamiah dan yang tidak terhindarkan dukungannya kepada tujuan kebebasan Indonesia.

Dengan demikian mengorbankan kedudukannya bahkan menyambung nyawanya untuk itu, karena Sekutu bisa saja mengatakan dan menuduhnya melanggar status quo yang diberikan kepada Jepang. Di tempat kediaman Maeda Jalan Imam Bonjol No.1 Jakarta teks proklamasi ditulis.

Kalimat yang pertama yang berbunyi ''Kami rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan kami'' kemudian berubah menjadi ''Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia'' berasal dari Ahmad Subarjo.

Kalimat yang kedua oleh Suekarno yang berbunyi ''Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain akan diselenggarakan dengan cara yang secermat-cermatnya serta dalam tempo yang sesingkat-singkatnya''. Kedua kalimat ini kemudian digabung dan disempurnakan oleh Moh. Hatta sehingga berbunyi seperti teks proklamasi yang kita miliki sekarang.

Sekarang timbullah masalah yang akan menandatangani naskah proklamasi. Soekarno menyarankan agar semua yang hadir menandatangani naskah proklamasi itu selaku ''Wakil-wakil Bangsa Indonesia''. Saran itu mendapatkan tantangan daripada pemuda.

Kemudian Sukarni selaku salah seorang pimpinan pemuda mengusulkan, agar Soekarno-Hatta menandatangani atas nama bangsa Indonesia. Usul ini diterima dengan suara bulat. Selanjutnya Soekarno minta kepada Sayuti Melik untuk mengetik klad itu, dengan beberapa perubahan yang disetujui.

Sebelum teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan, terlebih dahulu Soekarno menyampaikan pidatonya, lengkap sebagai berikut:

Sausara-saudara sekalian !
Saya sudah minta saudara-saudara hadir disini untuk menyaksikan satu peristiwa maha penting dalam sejarah kita. Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berjuang untuk kemerdekaan tanah air kita.

Bahkan telah beratus-ratus tahun ! Gelombangnya aksi kita untuk  mencapai kemerdekaan kita itu ada naik dan ada turunnya, tetapi jiwa kita tetap menuju kearah cita-cita. Juga di jaman Jepang, usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak henti-henti.

Di dalam Jepang ini, tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada mereka. Tetapi pada hakekatnya, tetap kita menyusun tenaga kita sendiri, tetap kita percanya kepada kekuatan sendiri. Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air di dalam tangan kita sendiri.

Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri akan dapat berdiri dengan kuatnya. Maka kami, tadi malam telah mengadakan musyawarah dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia, dari seluruh Indonesia. Permusyawarahan itu seiasekata berpendapat, bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.

saudara-saudara ! Dengan ini kami nyatakan kebulatan tekad itu. Dengarlah proklamasi kami : 

Proklamasi 

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia,
Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan d.l.l di selenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

jakarta, 17-8-05 
Wakil-wakil bangsa Indonesia.
Soekarno-Hatta.

Ada tiga perubahan yang terdapat pada naskah yaitu kata tempoh diganti menjadi tempo, sedangkan wakil-wakil bangsa Indonesia diganti dengan Atas nama Bangsa dan Djakarta 17-8-05 menjadi  Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05. Teks Proklamasi ini akhirnya diproklamasikan pada hari Jumat Legi pada pukul 10.00 WIB di Jalan Pegangsaan Timur No.56 Jakarta.

Adapun cara sebenarnya yang direncanakan adalah:

1. Pembacaan Proklamasi. Disampaikan oleh Soekarno, kemudian dilanjutkan dengan pidato singkat berbunyi : 
Demikianlah saudara-saudara ! 
Kita sekarang telah merdeka !
Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita bangsa kita ! 
Mulai saat ini kita menyusun Negara kita ! Negara Merdeka, Negara Republik Indonesia, merdeka kekal dan abadi.
Insya allah Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu! 
2. Pengibaran bendera Merah Putih. Pengibaran bendera dilaksanakan oleh Suhud dan Lief Hendradiningrat. Namun secara spontan peserta menyanyikan lagu Indonesia Raya, sehingga sampai sekarang pengibaran bendera Merah Putih dalam setiap upacara bendera selalu diiringi dengan lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
3. Sambutan Wali Kota Suwirjo dan dr. Muwardi.
Peristiwa besar tersebut hanya berlangsung lebih kurang satu jam lamanya. Namun demikian pengaruhnya besar sekali, sebab peristiwa tersebut telah membawa perubahan yang luar biasa dalam kehidupan bangsa Indonesia.

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu bukan hanya sebagai tanda bahwa sejak itu bangsa Indonesia telah merdeka, tetapi di sisi lain juga merupakan detik penjebolan tertib hukum kolonial dan sekaligus detik pembangunan bagi tertib hukum nasional, suatu tertib hukum Indonesia.

Sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia yang berabad-abad lamanya dan dengan didorong oleh Amanat Penderitaan Rakyat telah mencapai titik kulminasinya pada detik  proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Proklamasi Kemerdekaan itu merupakan salah satu sarana untuk merealisasiikan masyarakat Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur, serta untuk ikut membentuk ''dunia baru'' yang damai dan abadi, bebas dari segala penghisapan manusia oleh manusia dan bangsa oleh bangsa lain.

Post a Comment for "Isi proklamasi kemerdekaan RI dan terbentuknya RI"