Faktor latar belakang timbulnya pergerakan nasional RI
Faktor latar belakang timbulnya pergerakan nasional RI
a. Faktor Intern
1). Sejarah masa lampau yang gemilang ;
Setiap bangsa memiliki latar belakang sejarah yang mungkin memiliki arti dan nilai yang berbeda-beda. Sejarah masa lampau banyak memiliki arti bagi kejadian saat ini dan pada masa mendatang. Mungkin di sinilah arti penting dimensi sejarah itu.
Di dalam sejarah Indonesia, bahwa kita sebagai bangsa telah mengalami ''Jaman Nasional'' (Panca Warsa Mr. Moh. Yamin dalam seminar sejarah I tahun 1957). Ini memberikan bukti bahwa sebelum kedatangan bangsa Barat (Cornelis De Houtman mendarat di Banten tahun 1596) kita sebagai bangsa telah mampu mengatur diri sendiri, memiliki kedaulatan atas wilayah di mana kita tinggal. Kebesaran ini tentu secara sikologis membawa pikiran dan angan-angan bangsa Indonesia untuk senantiasa dapat menikmati kebesaran itu.
Namun demikian tidak berarti kita kembali pada masa lalu (sejarah tidak terulang), bahwa kebesaran Majapahit, Sriwijaya dapat menggugah perasaan nasionalisme golongan terpelajar pada dekade awal abad XX. Tidaklah berlebihan jika kebesaran pada masa lampau itu menjadi jiwa para tokoh pergerakan dalam upaya melepaskan diri dari penjajahan Belanda.
2). Penderitaan rakyat
Penjajahan yang pada hakekatnya penderitaan, karena potensi bangsa terjajah diekspolitir untuk kepentingan penjajah. Bangsa Indonesia mengalami penjajahan yang panjang dan menyakitkan sejak kedatangan Portugis, Belanda, Inggris, Perancis dan terakhir Jepang.
Menjelang akhir abad XIX dalam masyarakat Indonesia terjadi keadaan-keadaan yang serba terbelakang. Dari perkiraan penduduk 28,5 juta di Pulau Jawa hanya 24.000 orang anak yang mendapat pelajaran di sekolah. Demikian juga sektor-sektor kehidupan yang lain benar-benar menunjukan situasi dan posisi yang sangat terbelakang bagi bangsa Indonesia.
Kesemuanya itu adalah sebagai akibat langsung dari sistem pemerintahan dan politik pemerintah kolonial Belanda. Sejak VOC didirikan (1602) yang sebenarnya merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah resmi Belanda (tidak semata-mata kongsi dagang karena VOC memiliki hak Octroi) berlakulah sistem monopoli yang disertai dengan cara-cara kekerasan.
Sistem monopoli yang diterapkan VOC kemudian meningkat dalam bentuk tanam paksa. Tanam paksa yang merupakan perbudakan yang teratur (gereglementer de Slaverij) memberi batig saldo yang terus mengalir sehingga yang sampai akhir abad XIX tidak kurang dari 832 juta rupiah.
Politik draigne ini sengaja dilakukan oleh Belanda sejak jaman VOC sampai dengan awal Perang Dunia ke II. Sistem monopoli yang menguasai semua aspek perekonomian seperti perdagangan, perindustrian, perkebunan dan perkapalan mendorong dan menguntungkan perkembangan navigasi, industri, perdagangan dan modal nasional Belanda.
Rasa benci rakyat Indonesia muncul karena adanya jurang yang lebar antara bangsa Barat dengan rakyat Bumiputra. Hal ini karena penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial dalam berbagi aspek kehidupan. Dalam bidang politik terjadi keterbatasan kesepakatan memperoleh kesempatan dalam bidang politik dan pemerintah, dalam bidang ekonomi adanya sistem monopoli dan subordinasi ekonomi, dalam bidang sosial adanya kesombongan rasial yang ditonjolkan, dalam bidang pendidikan kurangnya sekolah dan diskriminasi dalam memperoleh kesempatan belajar.
Semua itu karena kecongkakan kaum penjajah yang selalu berobsesi pada Color Line Devision. Diskriminasi memang menjadi bagian dari kebijakan pemerintah jajahan. Ketidak adilan juga dirasakan oleh para pegawai dari golongan Bumiputra, bahwa mereka diperlakukan tidak adil oleh para pegawai keturunan Eropa.
Pegawai Bumiputra tidak memperoleh perlakuan yang adil sebagai pegawai yang berpangkat dan berilmu. Kenyataan ini didukung oleh sifat angkuh para pegawai keturunan Eropa terhadap pegawai Bumiputra. Dalam kasus seperti itu di mana banyak pengaduan terhadap pemerintah Belanda, ternyata pemerintah kolonial menyanggah indikasi tersebut.
Hal ini terbukti dari dikeluarkannya Surat Edaran Pemerintah tanggal 22 Agustus 1913 nomor 2014 yang ditunjukkan kepada kepala-kepala pemerintah di Jawa dan Madura. Surat edaran ini dikenal dengan ''HORMAT CIRCULAIR'' yang dikeluarkan di Bogor.
Sementara itu setiap tahun berjuta-juta rupiah mengalir ke negeri Belanda sebagai hasil politik draignage yang telah dilakukan sejak jaman VOC. Keadaan seperti ini berlangsung terus sampai menjelang keruntuhan pemerintah kolonial Belanda. Dengan sistem monopoli dan proteksi, maka seluruh perdagangan, perindustrian, perkebunan dan perkapalan dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda.
Tanam paksa yang seringkali disebut sebagai ''Gereglementeerde Slaverij'' (perbudakan yang teratur) memberikan keuntungan bagi negeri Belanda batig saldo 637 juta rupiah setelah tanam paksa itu secara resmi dihapuskan pada tahun 1870. Tetapi batig saldo itu masih mengalir terus, sehingga kontribusi Indonesia kepada negeri Belanda sampai akhir abad XIX menjadi 832 juta Rupiah.
Pada masa yang bersamaan dengan timbulnya gagasan politik etis itu sedang memuncak pula imperialisme Barat sebagai perwujudan politik dari kapitalisme modern. Dan pada akhirnya kapitalisme modern itu menimbulkan eskpansi ekonomi negara-negara Barat yang secara berlomba-lomba mencari daerah pasaran untuk melemparkan overproduksinya di Eropa.
Merosotnya kesejahteraan rakyat di Indonesia pada abad XIX berakibat lemahnya daya beli rakyat dan secara tidak langsung berakibat pula terhadap perekonomian Belanda sendiri. Oleh karena itu demi kelangsungan kolonialisme Barat dengan politik eskploitasinya perlu disesuaikan dengan kepentingan itu, sehingga perlu diberi etiket atau semboyan baru seperti ethische koor, mission sacre atau the white mans burden.
Kesemuanya itu pada hakekatnya hanya suatu usaha untuk membenarkan atau mengukuhkan kekuasaan mereka dengan selalu dikatakan adanya hak historis bangsa Barat. Dengan cara demikian maka keuntungan dapat diperas dari daerah jajahan sehingga dapat mengimbangi persaingan berat dari negeri-negeri lain.
Kepentingan modal dan eksploitasi yang primer di satu pihak serta kesejahteraan dan kemakmuran di pihak lain sebagai hal yang sekunder, maka trilogi dan program politik etis dapat diselenggarakan dalam bentuk irigasi, emigrasi dan edukasi. Di samping politik eksploitasi seperti diuraikan di atas, maka perlu disebut pula adanya diskriminasi yang menyebabkan bangsa Indonesia terbelakang.
Suatu dalil dalam sejarah kolonial yang telah diketahui umum ialah bahwa pemerintah kolonial bersendikan pada adanya perbedaan warna kulit, sehingga masyarakat koloni menjadi nomor dua, yang dipisahkan oleh colour line/warna kulit. Garis warna kaum penjajah yang berkuasa sebagai golongan kecil (minoritas) memiliki hak-hak istimewa atau previlag.
Sedangkan kaum terjajah yang merupakan golongan besar (mayoritas) sebagai golongan bawah yang tertindas. Susunan masyarakat kolonial di Indonesia yang bersifat feodal mendukung garis warna tersebut sehingga terjadi pembagian status sosial masyarakat, yaitu kaum penjajah kulit putih dan kaum kulit berwarna sebagai terjajah.
Dengan adanya rasdiskriminasi membawa akibat dalam berbagai lapangan kehidupan. Akibatnya, terdapat pula diskriminasi dalam lingkungan hidup, masing-masing berkembang sesuai adat-istiadat, pandangan hidup, faham-faham serta hukumnya sendiri.
Rasdiskriminasi merupakan fakta yang sangat menghambat kemajuan bagi bangsa yang terjajah itu tidak lagi mempunyai kesadaran akan potensi nasional dan kehilangan ''struggle for life''nya. Oleh kaum penjajah kemudian dicarinya sebab-sebab kemerosotan dan kemunduran kehidupan bangsa Indonesia dalam sifat-sifat seperti kemalasan, keborosan, dan lain-lain yang kurang mendukung bagi kepentingan kaum penjajah.
Penderitaan yang sedemikian itu mengakibatkan mulai dikembangkan sifat taat, setia dan sifat-sifat lain yang perlu dimiliki pegawai atau ambtenaar bangsa Indonesia. Untuk kepentingan pemerintah kolonial diperkuat adat-istiadat kuno, lembaga-lembaga kuno, kekuasaan aristokrasi yang terdapat dalam masyarakat feodal.
Situasi dan kondisi bangsa Indonesia sebagai bangsa terjajah yang ditandai dengan keadaan serba terbelakang lama kelamaan oleh bangsa Indonesia sendiri mulai dirasakan adanya beberapa rintangan dan hambatan untuk memperoleh kemajuan. Seperti misalnya ikatan feodal dan tradisi sangat membatasi lapangan gerak.
Jabatan yang turun-menurun, penghormatan kepada atasan yang terlalu berlebihan, konservatisme dalam pendidikan dan perkawinan, adat-istiadat serta sejumlah pranata sosial yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan baru merupakan penghambat kemajuan.
Kejadian pahit yang dialami pemerintah Belanda terhadap pemasaran gula tebu di Eropa, karena di negara-negara Eropa telah banyak ditanam gula bit ternyata memiliki implikasi pada rakyat. Sejak 1885 di mana terjadi kemerosotan harga kopi dan gula di Eropa, maka pengusaha perkebunan Belanda melakukan penghematan dengan cara menurunkan upah buruh, menurunkan harga sewa tanah, dan yang lebih menyedihkan lagi melakukan pemutusan hubungan kerja dengan dalih untuk mengurangi kerugian perusahaan.
Akibatnya justru menimpa para buruh karena mereka menjadi pengangguran. Penderitaan yang terjadi di berbagai sektor kehidupan ini menjadikan rakyat Indonesia muncul kesadaran nasionalnya dan mulai memahami perlunya menggalang persatuan. Atas prakarsa para intelektual maka angan-angan ini dapat menjadi kenyataan dalam bentuk perjuangan yang bersifat modern.
3). Peranan golongan terpelajar
Suatu kenyataan bahwa para pelopor pergerakan nasional adalah para pelajar STOVIA. Kelompok intelektual khususnya lulusan dokter Jawa ini adalah yang paling menyadari atau yang paling peka terhadap keadaan pada saat itu.
Keadaan yang merupakan penderitaan rakyat itu mereka rasakan secara empirik mengingat tugas yang diemban berupa pengabdian terhadap kondisi masyarakat Indonesia yang sangat memprihatinkan. Di mana-mana terlihat lingkungan yang kurang bersih sehingga menimbulkan penyakit menular khususnya penyakit kulit, kolera, disentri dan penyakit endemi lainnya.
Di samping kepekaan yang muncul kerena berkaitan dengan tugas sosial dan kemanusiaan yang merupakan bagian dari tugas dan kehidupan para dokter, kemampuan berkomunikasi, intelektualitas mereka juga menjadi modal berharga yang membuka cakrawala berfikir sehingga pada gilirannya pada diri mereka timbul gagasan-gagasan segar, tercermin dari karya inovasinya dengan mengembangkan taktik perjuangan dari gerakan yang bersifat fisik ke dalam organisasi modern.
Hal ini tentu tidak terlepas dari kemampuan intelektual para tokoh itu sebagai akibat dari kesepakatan yang dimiliki oleh mereka. Sebenarnya timbulnya pergerakan nasional Indonesia di samping disebabkan oleh kondisi dalam negeri seperti yang diuraikan di atas itu, juga ada faktor yang berasal dari luar. Faktor yang berasal dari luar sebenarnya hanyalah merupakan faktor yang bersifat hipotesis mengingat komunikasi pada waktu itu sangat terbatas.
Namun demikian secara psikologis kemenangan Jepang atas Rusia tahun1905, berdirinya Partai Konggres di India 1885, perjuangan Joe Rizal dari Philipina dalam menghadapi Spanyol 1571-1898, dan pembaharuan yang terjadi dalam mengakhiri dinasti Mantsju di Cina, secara akumulatif memberikan motivasi pada pemuda Indonesia khususnya kaum intelektual sehingga pada dekade awal abad ke XX muncul gerakan dengan bentuk organisasi modern yang di dalam sejarah kita kenal sebagai masa pergerakan nasional yang berlangsung 1908-1945.
b. Faktor Ekstern
Sebenarnya timbulnya pergerakan nasional Indonesia di samping disebabkan oleh kondisi dalam negeri seperti diuraikan di atas itu, juga ada faktor yang berasal dari luar (faktor ekstern). Faktor-faktor ekstern yang memberikan dorongan dan energi terhadap lahirnya pergerakan nasional di Indonesia adalah :
1). Kemenangan Jepang atas Rusia
Selama ini sudah menjadi suatu postulat jika keperkasaan Eropa (bangsa kulit putih) menjadi simbol superioritas atas bangsa-bangsa lain dari kelompok kulit berwarna. Femeo yang berkembang atas pemikiran yang diskriminatif tersebut ternyata bukan suatu kenyataan sejarah.
Perjalanan sejarah dunia menunjukkan bahwa ketika pada tahun 1904-1905 terjadi peperangan antara Jepang melawan Rusia yang keluar sebagai pemenang dalam peperangan itu adalah Jepang. Hal ini terjadi oleh karena Jepang telah melakukan perubahan strategi politik luar negerinya dari kebijaksanaan pintu tertutup menjadi pintu terbuka dengan suatu proses yang kita kenal dengan Meiji Rerstorasi.
Dengan demikian Jepang mulai terbuka terhadap dunia luar, bahkan sistem pemerintahannya meniru gaya Inggris sedangkan modernisasi angkatan perangnya meniru Jerman. Disamping itu masyarakat Jepang memiliki semangat Bushido (jalan ksatria).
Semangat ini disamping menunjukkan kesetiaan kepada Kaesar/tanah air/semangat nasionalisme, sekaligus menunjukkan suatu etos kerja yang tinggi, penuh dengan disiplin dan kerja keras. Dengan demikian kemenangan Jepang atas Rusia memberikan semangat juang terhadap para pelopor pergerakan nasional di Indonesia.
2). Partai Kongres India
India adalah bangsa yang memiliki nasib yang sama dengan bangsa Indonesia, yaitu sebagai sesama bangsa yang terjajah, bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda (dalam perkembangan sejarah selanjutnya juga pernah dijajah Inggris) sedangkan India merupakan tanah jajahan Inggris.
Perlawanan juga terjadi terhadap Inggris yang ada di India, atas inisiatif seorang Inggris Allan Octavian Hume pada tahun 1885 mendirikan Partai Kongres India. Di bawah kepemimpinan Mahatma Gandhi, partai ini kemudian menetapkan garis perjuangan : Swadesi, Satyagraha dan Ahimsa.
Ketiga elemen ini mengandung makna kemandirian, menuntut kebenaran dengan memperjuangkan peraturan yang sesuai dengan kepentingan bangsa India, serta melakukan suatu perjuangan tanpa kekerasan (ahimsa dalam bahasa agama adalah dilarang membunuh). Nilai-nilai yang terkandung dalam garis perjuangan Partai Kongres India ini banyak memberikan inspirasi terhadap perjuangan di Indonesia seperti melalui perjuangan organisasi dan gerakan Samin.
3). Philipina di bawah Jose Rizal
Philipina merupakan jajahan Spanyol yang berlangsung sejak 1571-1898. Seperti yang terjadi terhadap India dan Indonesia, ternyata gerakan-gerakan yang ada di Asia ini bukan sekedar perlawanan terhadap dominasi asing, tetapi lebih merupakan suatu revolusi politik dan moral.
Demikian juga dengan akibat yang ditimbulkan, hanyalah penderitaan terhadap bangsa yang terjajah. Dalam perkembangannya kemudian di Philipina muncul seorang tokoh Jose Rizal, yang pada tahun 1892 melakukan perlawanan bawah tanah terhadap kekejaman Spanyol.
Tujuan yang ingin dicapai adalah bagaimana membangkitkan nasionalisme Philipina dalam menghadapi penjajahan Spanyol. Dalam perjuangannya Jose Rizal dihukum mati setelah gagal dalam pemberontakan Katipunan.
Baca juga selanjutnya di bawah ini :
Baca juga selanjutnya di bawah ini :
Post a Comment for "Faktor latar belakang timbulnya pergerakan nasional RI"