Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Budi Utomo pelopor Pergerakan Nasional Indonesia

Budi Utomo pelopor Pergerakan Nasional Indonesia 

Dengan semboyan hendak meningkatkan martabat rakyat Mas Ngabehi Wahidin Sudiro Husodo, seorang dokter di Yogyakarta dan termasuk golongan priyayi rendahan, dalam tahun 1906 dan 1907 mulai mengadakan kampanye di kalangan priyayi di Pulau Jawa.

Walaupun hasil kampanye tidak sebagaimana yang diharapkan tetapi hasilnya juga ada, seperti di daerah Jawa Tengah sendiri saat itu terbuka keyakinan adanya kerjasama di antara pejabat pribumi (Marwati Djoened Prosponegoro, Nugroho Notosusanto, 1984, jilid V:177).

Gambar Konggres Budi Utomo

Budi Utomo pelopor Pergerakan Nasional Indonesia

Usaha yang mulia ini ternyata belum mendapatkan tanggapan yang memuaskan. Hal ini terlihat dari masih banyak priyayi Jawa yang mempunyai kedudukan lebih tinggi dari orang kebanyakan, tidak setuju dengan gagasan tersebut, sehingga usaha menghimpun dana pelajar (Studie Fond) mengalami hambatan.

Upaya kampanye yang dilakukan oleh Mas Ngabehi Wahidin Sudiro Husodo itu rupanya mempengaruhi jiwa Sutomo seorang pelajar STOVIA Jakarta, sehingga lebih mendorong dan memperbesar cita-cita Sutomo. Pada hari Rabu tanggal 20 Mei 1908 bertempat di Jakarta para pelajar dari sekolah lanjut, sekolah-sekolah ambtenaar dan sekolah-sekolah guru bertempat di gedung STOVIA mendirikan organisasi dengan nama Budi Utomo dengan menunjuk Sutomo sebagai ketuanya.

Konggres Budi Utomo untuk pertama kalinya dilangsungkan di Yogyakarta tanggal 3 Oktober sampai dengan 5 Oktober 1908. Dalam konggres ini hadir 8 cabang Budi Utomo yaitu, Bogor, Bandung, Yogya I, Yogya II, Magelang, Surabaya, dan Batavia. Dalam konggres ini yang terpilih sebagai ketua Budi Utomo adalah Raden Tumenggung Aryo Tirtokusumo yang merupakan Bupati Karanganyar, dengan wakil ketua Wahidin Sudiro Husodo.

Pada mulanya berdirinya Budi Utomo bukanlah sebuah partai politik. Hal ini terlihat dari tujuan yang ingin dicapai yaitu : Bumiputra sehingga tercapailah suatu Bond bangsa Jawa seluruhnya, perbaikan pelajaran di sekolah-sekolah, mendirikan badan wakaf yang mengumpulkan tunjangan untuk kepentingan belanja anak-anak bersekolah, membuka sekolah pertanian, memajukan teknik dan industri, menghidupkan kembali seni dan budayaan Bumiputra, menjunjung tinggi cita-cita kemanusiaan dalam rangka mencapai kehidupan rakyat yang layak DMG KOCH, 1951:23-24).

Terpilihnya R.T.A. Tirtokusumo yang seorang Bupati sebagai ketua rupanya dimaksudkan agar lebih memberikan kekuatan pada Budi Utomo. Hal ini karena kedudukannya sebagai Bupati memberikan dampak positif dalam rangka menggalang keanggotaan dari Budi Utomo.

Dalam usaha memantapkan keberadaan Budi Utomo diusahakan untuk segera mendapatkan badan hukum dari pemerintah Belanda. Melalui surat keputusan tanggal 28 Desember 1909 anggaran dasar Budi Utomo disyahkan oleh pemerintah.

Dalam perkembangannya dalam Budi Utomo muncul dua aliran. Pihak yang disebut paling kanan berkehendak supaya keanggotaan dibatasi hanya pada ambtenaar-ambtenaar yang terpelajar saja, tidak bergerak dalam lapangan politik dan hanya membatasi pada pelajaran sekolah saja. 

Di pihak lain yang jumlahnya lebih kecil terdiri dari kaum muda yang disebut pihak kiri berkeinginan agar Budi Utomo menuju kearah gerakan kebangsaan yang demokratis, memperhatikan nasib rakyat yang menderita (DMG KOCH, 1951:24).

Keterbatasan dalam hal keanggotaan (mengutamakan kaum intelektual) serta wilayah yang hanya meliputi Jawa, Madura, Bali kurang memberikan peluang pada Budi Utomo menjadi organisasi massa. Kenyataan ini juga didukung oleh program yang dilaksanakan dalam hal pemilihan kegiatan dalam bidang pendidikan dan kebudayaan.

Mengingat para pendukungnya sebagian besar berasal dari golongan priyayi rendahan dipandang perlu untuk memperluas pendidikan Barat, sehingga dalam rangka ini lebih mengintensifkan penguasaan bahasa Belanda, karena faktor bahasa itu banyak berkaitan dengan kedudukan jenjang kepegawaian saat itu.

Arah pendidikan ini justru cenderung menguntungkan priyayi dari pada kaum pribumi. Keterbatasan yang dimiliki oleh Budi Utomo juga tercermin dari keterbatasan aktivitas seperti pada penerbitan majalah bulanan Goroe Desa, yang memiliki kiprah yang sangat kecil khususnya pada penduduk pribumi.

Aktivitas politik Budi Utomo terlihat setelah organisasi ini ikut dalam Dewan Rakyat. Walaupun bergerak dalam bidang politik karena pemerintahan kolonial Belanda menerapkan ''bingkai politik'' tentu tidak bisa banyak berbicara. Sejalan dengan kemerosotan aktivitas dan dukungan pribumi pada Budi Utomo maka pada tahun 1935 Budi Utomo mengadakan fusi ke dalam Parindra.

Baca juga selanjutnya di bawah ini :

Post a Comment for "Budi Utomo pelopor Pergerakan Nasional Indonesia"