Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pertemuan Sjahrir - Van Mook pada Perjuangan Diplomasi

Pertemuan Sjahrir - Van Mook pada Perjuangan Diplomasi 

Pertemuan ini diadakan di Markas Besar Tentara Inggris, Jl. Imam Bonjol no. 1 Jakarta, 17 Nopember 1945. Pertemuan ini lebih resmi sifatnya jika dibandingkan dengan pertemuan tanggal 23 Oktober 1945. Para delegasi duduk berhadap-hadapan yang dipisahkan oleh sebuah meja panjang.

Pimpinan pertemuan Letnan Jenderal Christison bersama stafnya duduk ditengah. Delegasi Belanda dalam pertemuan itu dipimpin oleh wakil Gubernur Van Mook, sedangkan delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Sultan Sjahrir.

Gambar Pertemuan Sjahrir - Van Mook

Pertemuan Sjahrir - Van Mook pada Perjuangan Diplomasi

Sebagai tuan rumah dan pemrakarsa pertemuan ini, Letnan Jenderal Christison antara lain mengucapkan terima kasih dan merasa gembira atas kesediaan mereka ikut menghadiri pertemuan ini. Pertemuan ini dimaksudkan untuk mendapatkan titik pandang yang sama antara pihak Belanda dan pihak Indonesia dalam rangka menyelesaikan perselisihan di antara kedua belah pihak.

Kesempatan ini juga dipergunakan untuk menyampaikan kedatangan tentara Sekutu ke Indonesia, sebagaimana telah didengarkan dari pengumuman-pengumuman Komando Asia Tenggara. Maksud kedatangan tentara Sekutu ke Indonesia adalah untuk menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang.

Di samping itu kedatangan mereka adalah untuk membebaskan tawanan perang dan Interniran Sekutu, melucuti, dan mengumpulkan orang Jepang dan kemudian untuk dipulangkan. Yang paling penting adalah untuk menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintah sipil serta keinginan menghimpun keterangan dan menuntut penjahat perang.

Sjahrir sebagai ketua delegasi Indonesia antara lain mengatakan, terima kasih atas prakarsa Christison, mempertemukan pihak republik dengan wakil-wakil Belanda. Namun secara terus terang dikatakan bahwa apa yang dikemukakan oleh tuan Van Mook sebagai wakil Belanda, sebagai sesuatu yang sama  sekali tidak bisa kami terima.

Bagi bangsa Indonesia yang paling penting adalah menciptakan suasana sedemikian rupa, hingga ada kemungkinan rakyat Indonesia dapat tumbuh menjadi suatu bangsa yang bebas dan demokratis, berkuasa dan berdaulat di seluruh wilayah Indonesia.

Sekarang kedua belah pihak telah menyampaikan pandangannya masing-masing. Terlihat adanya perbedaan pandangan yang prinsip antara Belanda dan Indonesia. Namun demikian, mereka mengharapkan kedua belah pihak tetap mengadakan hubungan untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan itu.

Pertemuan ini mengalami kegagalan, karena Belanda tidak mau bergeser dari isi pidato radio Ratu Wilhemina di London tanggal 7 Desember 1942. Isi pidato itu antara lain mengenai Konferensi Kerajaan, di mana utusan-utusan negeri Belanda, Hindia Belanda, Suriname, Curaao akan bertemu guna membicarakan tertib ketatanegaraan daerah-daerah jajahan di kemudian hari.

Memang, pemimpin-pemimpin bangsa kita tidak mau tahu tantang pidato Ratu Belanda itu. Sudah ketinggalan jaman, seperti kata H.A. Salim. Isi pidato itu tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya yaitu keinginan Indonesia untuk merdeka.

Isi pidato itu juga tidak mencerminkan adanya perubahan jaman, yaitu diusirnya pemerintah Belanda dari Indonesia. Pidato  Ratu Belanda itu lebih banyak ditafsirkan sebagai pernyataan terselubung keinginan Belanda untuk tetap menjadi Indonesia sebagai jajahannya.

Hal ini dengan tegas telah ditolak, baik oleh Soekarno maupun Sjahrir. Kegagalan pertemuan-pertemuan antara pihak Belanda dan pihak Indonesia yang diprakarsai oleh Letnan Jenderal Sir Philip Christison menyebabkan pemerintah Inggris berputus asa. Pertemuan antara Belanda dan Indonesia terus diupanyakan bahkan ditingkatkan menjadi perundingan.

Baca juga selanjutnya di bawah ini :

Post a Comment for "Pertemuan Sjahrir - Van Mook pada Perjuangan Diplomasi"