Manajemen yang terbuka dan trasparan dengan penuh kearifan
Manajemen yang terbuka dan trasparan dengan penuh kearifan
Adalah penting diketahui bahwa Pak Harto mengembangkan manajemen keterbukaan atau open management, sesuai dengan landasan-landasan yang mengacu kepada peraturan, ketentuan dan Undang-Undang.
Dalam mengelola hal-hal yang menyangkut kepentingan rakyat, Pak Harto selalu transparan dan menerapkan nilai budaya yang selalu menampung pikiran-pikiran untuk mengembangkan dan memperkuat sistem. Misalnya, meminta dan menampung pemikiran-pemikiran yang konstruktif dan bukan atas dasar destruktif.
Sikap dan penilaian di atas juga terjadi di bidang politik dan ekonomi. Dalam mengembangkan transparannya di bidang politik, beliau memerlukan konsensuskonsensus yang transparan pula. Dapat mengambil contoh ketika mengembangkan format politik, dengan mengembangkan penyederhanaan kekuatan sosral politik menjadi dua Parpol dan satu Golkar.
Pikiran ini dilandasi oleh wawasan Jauh ke depan dan akhirnya diterima oleh semua pihak. Demikian juga yang menyangkut mekanisme konstitusi, selalu mengacu kepada nilai-nilai konstitusional yang ada. Karena ditetapkan sebagai mandataris MPR, untuk melaksanakan GBHN yang diamanatkan oleh rakyat maka amanat rakyat tersebut dilaksanakan secara transparan pula. Sebelum melaksanakan tugasnya maka pertama-tama diajak peran serta masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Pak Harto dalam melaksanakan keterbukaan manajemennya selalu mengacu kepada ketentuan perundang-undangan, landasan-landasan yuridisnya, landasanlandasan kemasyarakatannya, dan norma-norma yang ada di dalam masyarakat. Hasilnya dapat kita lihat dan rasakan sekarang ini.
Tujuan manajemennya berdasarkan pada pemberian nilai tambah pada setiap hasil yang dicapai. Nilai tambah tersebut dapat dihhat, misalnya kemampuan kita dalam berswasembada beras. Hal itu dimungkinkan karena beliau memiliki wawasan ke depan.
Demikian juga untuk mendorong peningkatan ekspor non-migas. Kalau dulu kita hanya mengandalkan pada sektor migas saja maka nilai tambah yang dikembangkan adalah ekspor non-migas. Pengembangan konsep tersebut benar-benar merupakan hasil pemikiran beliau.
Dalam hal komunikasi beliau senantiasa menggunakan bahasa yang jelas. Hal ini penting dalam menerapkan manajemen. Misalnya, dalam mengelola berbagai yayasan, seperti: Yayasan Dharmais, Yayasan Supersemar, Yayasan Amal Bhaku Muslim Pancasila, semua dikelola dengan sangat terbuka. Setiap pengeluaran dihitung secara teliti dan sangat rinci dalam mempenanggungiawabkan keuangannya kepada pengurus. Sikap seperti ini patut dihormati, di mana prinsip keterbukaan merupakan dasar utama.
Sebagai negarawan sekaligus sebagai pemimpin, beliau selalu mengajak kita berpikir ke depan. Setiap pengembangan manajemen harus menjangkau pemikiran yang antisipatif. Beliau berprediksi dan mengantisipasi jauh ke depan dengan tepat, yang memungkinkan kita maju seperti sekarang ini.
Pengalaman Pak Harto sekian puluh tahun membuat beliau mampu mengembangkan pemikiran yang kreatif dan inovatif, khususnya menyangkut bidang industri, pertanian, termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi, di mana beliau memiliki perencanaan yang jelas.
Tahun 1976, tatkala situasi negara dalam keadaan proses membangun dengan gencar, Pak Harto mengembangkan pemikiran ke depan di bidang telekomunikasi dengan meluncurkan Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) Palapa. Waktu itu timbul pro dan kontra, tetapi beliau mampu dan berani mengambil keputusan.
Jika menyangkut kepentingan masyarakat beliau mampu mengambil keputusan yang strategis. Demikian juga kegigihan beliau untuk mengurangi banyaknya masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan dari 70 juta kini tinggal 20 juta, merupakan hasil pemikiran yang sangat matang. Ini adalah perwujudan dari prinsip-prinsip manajemen beliau yang terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian, dan dilaksanakan dengan penuh kearifan.
Gaya kepemimpinan yang penuh kearifan inilah dikembangkan Pak Harto dengan berpijak pada kultur bangsa lndonesia. Nilai-nilai kultur ini mendasari pemikiran beliau untuk maju. Jiwa kepemimpinan yang beliau kembangkan adalah Hasta Brata, yang tidak hanyut dalam nilai-nilai atau paham lain.
Pengertian modernisasi bagi Pak Harto bukanlah sesuatu yang baru. Beliau memegang nilai seperti dalam bahasa Jawa: ojo gumun, ojo kagetan, ojo dumeh, yang artinya Jangan mudah heran, jangan mudah terkejut, jangan mentang-mentang.
Kemampuan keputusan beliau mempertimbangkan atas dasar kondisi objektif dapat diambil contoh keputusan tentang satelit komunikasi, teknologi di bidang kedirgantaraan, dan perkapalan. Beliau tahu betul hubungan antara karakter geografis kita dengan sasaran kepentingan masyarakat, yang terdiri dari gugusan bahari yang begitu luas dan posisi kedirgantaraan sebagai negara khatulistiwa. Hal ini tidak mudah karena menuntut pemikiran yang amat strategis.
Beliau senantiasa konsisten mengikuti peraturan dan ketentuan dalam memberikan wewenang kepada bawahannya. Beliau tetap mendirikan dorongan dan motivasi kepada bawahannya. Manajemen yang beliau kembangkan adalah membangun kepercayaan sekaligus membangun mekanisme pengawasan dan pengendalian.
Selama ini sebagai pembantu beliau, saya senantiasa diberi keleluasaan dan keluwesan, asal tetap berpijak pada GBHN. Tolak ukurnya adalah memberi makna kepada evaluasi untuk melihat adanya nilai tambah. Kalau tidak ada nilai tambah maka akan sulit diukur keberhasilannya.
Sebagai pembantu beliau di kabinet, saya harus mampu menerjemahkan pemikiran Pak Harto yang selalu menggunakan bahasa yang jelas. Dari bahasa manajemen yang jelas inilah kita buat sasaran dan evaluasi. Jadi menginterpretastkan pikiran Pak Harto untuk ditindaklanjuti harus pula dengan bahasa yang jelas.
Dengan cara itulah saya laksanakan tugaS-tugaS yang beliau arahkan. Paling tidak, itulah yang saya resapi selama ini. Dan Alhamdulillah, sayei dapat ikuti jalan pikiran beliau karena saya sebagai pembantu harus mengerti dan memahami apa yang harus dibantu.
Tapi jangan mempersulit beliau. Yang penting adalah bagaimana memperlancar, membuat kemudahan, dan pada gilirannya memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada khalayak. Itulah merupakan unsur yang terpenting.
Pak Harto sendiri selalu mengembangkan pemikiran-pemikiran yang tidak mempersulit pembantu-pembantunya dengan pembagian tugas dan pendelegasian wewenang yang jelas. Misalnya, setiap memimpin sidang kabinet, beliau senantiasa memberi petunjuk dan arahan yang gamblang.
Beliau memberikan petunjuk yang jelas kepada Menteri yang menjadi kewenangannya. Beliau memaparkan secara gamblang kepada badan atau lembaga yang akan melakukan koordinasi dan sinkronisasi, serta menentukan sasaran. Dapat diambil contoh sasaran dalam menentukan kepariwisataan, beliau mengembangkan konsep perkembangan baik secara internal maupun eksternal.
Kajian-kajian yang dilakukan bernuansa global. Beliau menginginkan pariwisata menjadi sektor yang dapat memperkuat devisa negara, dan karenanya kepariwisataan harus didorong. Sekarang ini setiap pada sidang kabinet ada laporan khusus mengenai pariwisata. Ketika Kabinet Pembangunan IV dan V bidang pariwisata belum merupakan andalan. Tetapi kemampuan beliau yang memiliki proyeksi dan antisipasr ke depan yang menjadikan pariwisata sebagai salah satu andalan peningkatan pendapatan negara.
Sebagai menteri dan sebagai pembantu Presiden jika ada hal-hal yang tidak dapat saya putuskan saya selalu melapor kepada beliau. Tapi kalau ada masalah yang dapat saya putuskan sendiri maka saya lakukan dengan tidak menyalahi ketentuan-ketentuan dan peraturan yang ada.
Pengalaman saya yang terkesan antara lain ketika mengembangkan pemasyarakatan untuk peningkatan produksi pangan. Ketika saya melapor kepada beliau tentang program pemasyarakatan. saya kagum atas pengetahuan beliau dengan masalah pangan. Beliau menegaskan agar pemasyarakatan program peningkatan produksi pangan itu harus dikaitkan dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh petani.
Maksudnya agar ilmu pertanian yang masuk dalam materi informasi yang akan dimasyarakatkan itu harus sesuai dengan nilai yang dianut oleh petani. Menurut beliau tidak ada petani yang tidak ingin meningkatkan nilai tambahnya dan meningkat kesejahteraannya. Nilai tambah harus diisi.
Beliau menyarankan agar dibentuk saja kelompok-kelompok. Saya segera menjabarkan, dengan membentuk kelompok pendengar, kelompok pembaca, kelompok pemirsa. Alhamdulillah, berjalan dengan baik, dan saat ini telah tercatat 89.000 klompencapir yang merupakan kelompok komunikasi sosial dan bergerak secara dinamis sebagai suatu subsistem dari sistem komunikasi pembangunan dengan nama Komunikasi Penunjang Pembangunan atau Development Support Communication.
Pak Harto menyatakan bahwa apa yang harus saya lakukan selalu diarahkan pada usaha-usaha demi kepentingan peningkatan kesejahteraan rakyat. Saya menilai Pak Harto itu tidak saja mumpuni, tapi juga menguasai banyak hal mulai dari masalah pupuk, musim tanam, saprodi sampai pada intensifikasi dan ekstensifikasi. Ketika menghadapi pengrusakan sawah oleh hama wereng, beliau langsung mengintruksikan agar mengambil tindakan dengan cepat.
Sebelum jadi menteri saya pernah menjadi Ketua Persatuan Penulis dan wartawan Pertanian se-Asia, dan menyelenggarakan sidang serta lokakarya di Jakarta. Kemudian para wartawan dari berbagai negara Asia itu saya ajak untuk menghadap dan bertema Presiden di Istana.
Pak Harto bicara mengenai pertanian secara panjang lebar. Selesai pertemuan wartawan-wartawan dari mancanegara bilang kepada saya: "Tidak ada Kepala Negara di dunia ini yang halal, mengerti dan memahami masalah pertanian seperti Presiden Anda".
Beliau juga senantiasa menerapkan konsep kebangsaan, sebagai suatu nilai nasional yang mengacu kepada persatuan dan kesatuan. Berbicara persatuan dan kesatuan bangsa beliau mengetahui benar apa yang harus dilakukan untuk membangun bangsa ini sesuai GBHN.
Stabilitas merupakan iklim untuk melaksanakan pembangunan. Konsep ini beliau rumuskan dengan tepat sekali. Bahkan dirumuskan pula dalam Trilogi Pembangunan, yaitu stabilitas, pertumbuhan, dan pemerataan. Kita juga memiliki konsep ketahanan nasional.
Dalam hubungan konsep ketahanan nasional, Pak Harto juga merumuskan tolak ukur dengan adanya LKMD, pengembangan mental budaya-masyarakat kita, nilai-nilai kultur sesuai kepribadian kita dengan basis di pedesaan-pedesaan dan yang terpenting adalah P-4.
Beliau berpikir secara berencana dalam pelaksanaan penghayatan P-4 yang merupakan upaya mengembangkan pendidikan politik sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 dan bukan berlandaskan ideologi lain. Perhatian beliau terhadap pelaksanaan P-4 sangat besar sehingga pada saat berlangsungnya penataran di Bogor, beliau datang sendiri dan ikut dalam diskusi.
Seorang pemimpin harus memiliki wawasan demikian dan harus terjun sendiri. Hal ini memberi motrvasr kepada menteri-menteri lain untuk berbuat hal yang lebih baik lagi. Di bidang politik, kebijaksanaan beliau selalu mengacu kepada Pancasila dan UUD 45. Tidak bisa lain.
Kalau ada yang mencoba-coba untuk mengacu kepada nilai, paham, ideologi lain, Pak Harto pasti akan segera meluruskan. Sebagai seorang dari Suku Jawa beliau memahami kultur Jawanya. Adalah wajar kalau beliau tidak terlepas dari nilai budaya itu. Tapi beliau mengambil nilai-nilai yang positif, dan berpikir secara nasional.
Beliau tetap berjiwa nasionalis. Beliau memadukan modernisasi dan tradisi. Kalau tidak maka kemungkinan kita akan terlepas dari akar budaya kita. Sebagai contoh, ketika pemimpin negara-negara APEC yang bersidang di Bogor mengenakan pakaian batik. Semuanya bersedia pakai baju batik, termasuk Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton.
Dengan demikian, Pak Harto telah memberikan suatu nuansa kepada dunia luar, bahwa batik juga memiliki nilai bagi bangsa Indonesia, walaupun batik berasal dari budaya daerah. Beliau meresapi nilai-nilai itu, dan mengangkatnya menjadi nilai universal.
Pak Harto juga mengembangkan kepemimpinan (leadership) yang dijiwai oleh nilai-nilai yang mengacu kepada proses perjuangan sejarah bangsa kita. Pemahaman beliau akan alur proses perjuangan bangsa ini tidak terputus dan dilestarikan secara berkelanjutan.
Sebagai contoh ketika beliau pidato pada 16 Agustus 1995 di DPR, isi pidatonya mengandung nilai yang berdimensi tiga, yaitu: Pertama, Dimensi Kultural, ditandai dengan Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi 1945, dan Orde Baru. Kedua, Dimensi Kejuangan, di mana Pak Harto mampu bicara mengenai tantangan-tantangan ke depan dan cara-cara mengatasinya.
Ketiga, Dimensi Fleksibilitas, yang tidak statis dan tidak mandek, melainkan harus berkembang, Contohnya beliau di depan Sidang Pleno DPR-RI 16 Agustus 1995 yang lalu berani mengajak kita berpikir untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari 6,2% menjadi 7,1%.
Jikalau bicara mengenai demokratisasi, keterbukaan, HAM maka kita memiliki nilai-nilai tersendiri yaitu Pancasila dan UUD 1945. Kalau konsep di atas kita lihat dengan menggunakan kacamata lain maka tentunya nilainya menjadi lain. Walaupun dipaksa tidak akan sama.
Cara memandang dan penggunaan alur pikir harus berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Jadi pasti tidak akan ketemu kalau menggunakan cara pandang dan alur pikir dengan nilai lain, misalnya komunisme atau liberalisme. Oleh karena itu, kita harus tetap meningkatkan kewaspadaan, Jangan sampai kita terjebak di dalam alur pikir maupun konsep yang tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Pak Harto sangat konsisten bahwa hanya dengan Pancasila dan UUD 1945 yang menjadi nilai dan ukuran kita. Contoh saja, waktu beliau menolak bantuan dari Belanda. Tidak ada seorang pemimpin yang berani seperti Pak Harto. Beliau berpikir, bantuan luar negeri sebagai pelengkap belaka.
Sasaran kita adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Kita mengetahui bahwa, sekarang ini kita baru mampu meletakkan pemantapan kerangka landasan. Jangan diterjemahkan kita sudah tinggal landas, namun kita baru memasuki proses tinggal landas.
Kita jangan sampai menggoyangkan Trilogi Pembangunan. Kita masih ingat konsep yang diterapkan PKI (Partai Komunis Indonesia), yang hanya bicara pemerataan tanpa pertumbuhan pembangunan dan stabilitas. Kalau demikian tidak akan ada pembangunan. Karena tidak ada pembangunan maka hanya kemelaratan yang akan dirasakan.
Hal ini terjadi waktu kita didominasi oleh pikiran-pikiran PKI, yang melaksanakan pemerataan kemelaratan. Akibatnya dapat kita ketahui, terjadilah antre di mana-mana, seperti: antre minyak, antre beras, antre pakaian, dan sebagainya. Pertumbuhan ekonomi tidak ada sementara inflasi mencapai 600%.
Pak Harto setahu saya adalah pemimpin yang sabar tapr tegas. Namun kalau “'dan membahas hal-hal yang strategis beliau sangat konsisten dan percaya diri. Beliau tidak pernah marah tetapi usaha-usaha yang tidak konstitusional akan beliau hadapi dengan konsekuen.
Saya harus banyak belajar dan beliau. Kesan sebagai bapak sangat menonjol dan senantiasa membimbing, memberi nasehat kepada generasi yang lebih muda dari beliau. Kesimpulan saya Pak Harto dalam mengelola dan melaksanakan GBHN senantiasa menerapkan manajemen terbuka, transparan, dan penuh kearifan.
Baca juga selanjutnya di bawah ini :
Post a Comment for "Manajemen yang terbuka dan trasparan dengan penuh kearifan"