Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tantangan dan Peluang Umat Islam di Eropa

Tantangan dan Peluang Umat Islam di Eropa - Tantangan yang dihadapi umat Islam yang hidup di Eropa pada umumnya sama dengan mereka yang hidup di daerah-daerah lain sebagai kelompok minoritas. Tantangan itu ada yang datang dari luar dan ada yang datang dari dalam. 

Tantangan dari luar adalah kondisi negara sekuler yang di satu pihak memberi kesempatan kepada setiap pemeluk agama untuk bebas menjalankan agamanya. Namun, di lain pihak segala sesuatu yang dapat merugikan umat Islam pun dapat berlangsung dengan bebas. 

Di Eropa Barat banyak para orientalis yang sering memutarbalikkan ajaran Islam sehingga citra Islam menjadi rusak. Pergaulan bebas dan kebiasaan minuman keras adalah hal yang sangat menggoda pemuda dan remaja muslim. 

Tantangan dan Peluang Umat Islam di Eropa

Anak-anak muslim yang berada di dalam rumah dididik dengan cara Islam, apabila keluar rumah mereka akan segera berhadapan dengan lingkungan yang sebaliknya, sehingga pendidikan di dalam rumah menjadi tidak efektif. 

Faktor muslim pun sangat mempengaruhi. Orang-orang Islam yang hidup di Eropa Barat harus menjalani shaum Ramadhan yang sangat panjang, apabila harus shaum pada waktu musim di mana siang hari mengalami jam-jam yang panjang.

Tantangan dari dalam berupa bagaimana menyatukan potensi yang dimiliki umat Islam, sehingga Islam tidak terkotak-kotak dalam aliran tertentu dan terlihat kompak dalam menghadapi segala problem dunia modern. Umat Islam harus mampu memberikan citra ideal pada bangsa Eropa Barat, bukan sebaliknya, larut dalam kehidupan barat yang bertentangan dengan ajaran Islam. 

Selain itu, yang memprihatinkan adalah belum ada sekolah-sekolah Islam khusus anak-anak. Apabila ingin 'mendirikan sekolah, misalnya di Belanda, wajib diikutsertakan ke sekolah negeri Belanda. Meskipun demikian, semangat untuk mempelajari Islam di negara-negara Eropa Barat relatif tinggi, terbukti ada beberapa perguruan tinggi yang memasukkan mata kuliah Islamic Studies sebagai bahan kajiannya, misalnya di Leiden, Jerman, Inggris, dan lain-lain. 

Secara garis besar, minoritas muslim di negara-negara Eropa terutama Eropa Barat, bila dibandingkan pada awal abad ke-18-19 -di mana umat lslarn saat itu hanya dijadikan sebagai objek tenaga kerja murah, di samping aktivitas keislamannya sangat sempit saat ini keberadaannya meskipun tidak maksimal, relatif baik. 

Baca juga di bawah ini

Terbukti, di negara-negara tersebut, kajian keislaman di beberapa perguruan tinggi relatif diminati, sementara keberadaan penduduk minoritas muslim walaupun sudah diatur dalam undang-undang masing-masing negara, keberadaannya masih tetap sebagai penduduk “kelas dua” dengan beberapa pengecualian.