Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bentuk Penghimpunan Al-Quran pada Masa Abu Bakar

Bentuk Penghimpunan Al-Quran pada Masa Abu Bakar - Bentuk Peradaban yang paling besar dan luar biasa dan merupakan satu kerja besar yang dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah Penghimpunan Al-.Quran Abu Bakar Ash-Shiddiq memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk menghimpun Al-Quran dari pelepah kurma, kulit binatang, dan dari hapalan kaum muslimin. 

Hal ini dilakukan sebagai usaha untuk menjaga kelestarian AlQuran setelah syahidnya beberapa orang penghapal Al-Quran pada perang Yamamah. Umarlah yang mengusulkan pertama kali penghimpunan Al-Quran ini. Sejak itulah Al-Quran dikumpulkan dalam satu mushaf. Inilah untuk pertama kalinya Al-Quran dihimpun). 

Bentuk Penghimpunan Al-Quran pada Masa Abu Bakar

Selain itu, peradaban Islam yang terjadi pada praktik pemerintahan Abu Bakar terbagi beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut :

a. Dalam bidang pranata sosial ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial rakyat. Untuk kemaslahatan rakyat ini, ia mengelola zakat, infak, dan sedekah yang berasal dari kaum muslimin, ghanimah harta rampasan perang dan jizyah dari warga negara nonmuslim, sebagai sumber pendapatan Baitul Mal. 

Penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapat negara ini dibagikan untuk kesejahteraan para tentara, gaji para pegawai negara, dan kepada rakyat yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan Al-Quran. Diriwayatkan bahwa Abu Bakar sebagai khalifah tidak pernah mengambil atau menggunakan uang dari Baitul Mal. Karena menurutnya, ia tidak berhak mengambil sesuatu dari Baitul Mal umat Islam. Oleh karena itu, selama ia menjadi khalifah, ia tetap berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari.

b. Praktik pemerintahan Khalifah Abu Bakar terpenting lainnya adalah mengenai suksesi kepemimpinan atas inisiatifnya sendiri dengan menunjuk Umar bin Khaththab untuk menggantikannya. Ada beberapa faktor yang mendorong Abu Bakar untuk menunjuk atau mencalonkan Umar menjadi khalifah. 

Faktor utama adalah kekhawatirannya akan terulang kembali peristiwa yang sangat menegangkan di Tsaqifah Bani Saidah yang nyaris menyulut umat islam ke jurang perpecahan, bila tidak menunjuk seseorang yang akan menggantikannya. Pada saat itu, antara kaum Anshar dan Muhajirin saling mengklaim sebagai golongan yang berhak untuk menjadi khalifah. 

Lagi pula, pada saat itu umat Islam di bawah pimpinannya baru saja selesai menumpas kaum murtad dan sebagian pasukan mujahidin sedang bertempur di luar kota Madinah. Jika umat Islam terpecah dalam situasi demikian dalam memperebutkan jabatan khalifahgtentu akibatnya lebih fatal daripada menghadapi soal pemberontakan orang-orang murtad. 

Jadi, dengan jalan penunjukan itu, ia ingin ada kepastian yang akan menggantikannya sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi menimpa umat Islam. Artinya, dari segi politik dan pertahanan keamanan, Abu Bakar menghendaki adanya stabilitas politik dan keamanan bila pergantian pimpinan tiba saatnya. 

Mengapa pilihannya jatuh kepada Umar? Karena menurut pendapatnya, Umar adalah sahabat senior yang mampu dan bijaksana memimpin negara. Lagi pula, Umar disegani oleh rakyat dan mempunyai sifat-sifat terpuji. Penunjukan itu terjadi ketika Abu Bakar mendadak jatuh sakit pada tahun ketiga masa jabatannya. 

Selama lima belas hari, ia tidak dapat keluar untuk melaksanakan shalat di masjid, karena itu, ia menyuruh Umar bin Khaththab untuk menggantikannya menjadi imam shalat.” Namun, dalam penunjukan itu, ia tidak meninggalkan musyawarah. Ia tetap mengadakan musyawarah atau konsultasi terbatas dengan beberapa orang sahabat senior, antara lain Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Affan, dan Asid bin Hadhir, tokoh Anshar. 

Pertama-tama ia memanggil Abdurrahman bin Auf dan berkata kepadanya, “Ceritakan pada saya bagaimana pendapatmu mengenai Umar?” “Ia seorang tokoh utama, tetapi ia bersifat keras,” jawab Abdurrahman. Abu Bakar menjawab, “Ia bersifat demikian karena ia melihat saya ' lemah, kalau nanti dipercaya menjadi pemimpin, ia akan menjadi lemah lembut.

Kemudian, ia mengajukan pertanyaan yang sama kepada Utsman bin Affan. “Ia seorang yang baik dan tidak ada yang menyamainya di antara kita”, jawab Utsman. “Semoga Allah mengasihimu”, kata Abu Bakar. Lalu, ia meminta keduanya agar tidak menceritakan kepada orangjain mengenai pembicaraan mereka tentang Umar. 

Abu Bakar juga mengajukan pertanyaan yang sama kepada Asid bin Hadhir dan Asid pun memberi jawaban yang sama, memuji Umar. Konsultasi ini menghasilkan persetujuan atas pilihannya pada Umar secara objektif. Kemudian, dengan terpaksa, karena sakit yang diderita, ia menemui kaum muslimin yang berkumpul di masjid untuk memberitahukan keputusannya, ia berkata, “Apakah saudara-saudara rela menerima orang yang akan menjadi pemimpin kamu? Sungguh, saya tidak menyia-nyiakan pikiran saya dan tidak pula memilih kerabat saya. 

Saya mengangkat Umar bin Khaththab menjadi pemimpin kamu. Maka dengarlah dan taatlah kepadanya.” Kaum muslimin menjawab, “Kami dengar dan taat.” Setelah Abu Bakar mendapat persetujuan kaum muslimin atas pilihannya, ia memanggil Utsman bin Affan untuk menuliskan pengangkatan Umar. 

Isi pengangkatan itu adalah sebagai berikut: “Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. ini adalah perjanjian yang dibuat Abu Bakar bin Abi Quhafah kepada kaum muslimin. Sesungguhnya aku menunjuk Umar bin Khaththab menjadi pemimpin kamu, aku tidak menyia-ayiakan kebaikannya atas kamu.” Kemudian, ia memanggil Umar dan membekalinya nasihat-nasihat, lalu mangangku kedua tangan Umar seraya berdoa untuk keselamatannya dan kejayaan Islam serta pemeluknya. 

Sesuai dengan isi perjanjian tertulis tersebut, dan telah mendapat persetujuan dari sebagian kaum muslimin, setelah ia meninggal, Umar bin Khaththab dikukuhkan oleh kaum muslimin menjadi khalifah kedua dalam satu bai'at umum yang berlangsung di Masjid Nabawi. 

Dari penunjukan Umar tersebut, ada beberapa hal yang perlu dicatat : 

  • Abu Bakar dalam menunjuk Umar tidak meninggalkan asas musyawarah. Ia lebih dahulu mengadakan konsultasi untuk mengetahui aspirasi rakyat melalui tokoh-tokoh kaum muslimin. 
  • Abu Bakar tidak menunjuk salah seorang putranya atau kerabatnya, melainkan memilih seorang yang mempunyai nama dan mendapat tempat di hati masyarakat serta disegani oleh rakyat karena sifat-sifat terpuji yang dimilikinya. 
  • Pengukuhan Umar menjadi khalifah sepeninggal Abu Bakar berjalan dengan baik dalam satu bai'at umum dan terbuka tanpa ada pertentangan di kalangan kaum muslimin, sehingga obsesi Abu Bakar untuk mempertahankan keutuhan umat Islam dengan cara penunjukan itu terjamin.

Akhirnya, tatkala Abu Bakar merasa kematiannya telah dekat dan sakitnya semakin parah, dia ingin untuk memberikan kekhilafahan kepada seseorang sehingga diharapkan manusia tidak banyak terlibat konflik, jatuhlah pilihannya kepada Umar bin Khaththab. 

Dia meminta pertimbangan sahabat-sahabat senior. Mereka semua mendukung pilihan Abu Bakar. Dia pun menulis wasiat untuk itu, lalu dia membai'at Umar. Beberapa hari setelah itu, Abu Bakar meninggal. Ini terjadi pada bulan' Jumadil Akhir tahun 13 H/634 M. 
Abu Bakar memanggil Utsman dan mendiktekan teks perintah yang menunjuk Umar sebagai penggantinya. Beliau meninggal dunia pada hari Senin tanggal 23 Agustus 624 M. shalat jenazah dipimpin oleh Umar, dan beliau dimakamkan di rumah Aisyah, di samping makam Nabi. Beliau berusia 63 tahun ketika meninggal dunia, dan kekhilafahannya berlangsung selama 2 tahun 3 bulan 11 hari.