Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengerahan sosial (kinrohoshi)

Pengerahan sosial (kinrohoshi) 

Pengerahan sosial sangat dirasakan dengan adanya kinrohoshi (kerja bakti yang lebih mengarah kepada kerja paksa) untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang dinilai perlu bagi masyarakat banyak. Misalnya memperbaiki jalan atau saluran air, dan menanam jarak yang dilakukan secara bergiliran.

Pekerjaan demikian tentulah menyita waktu dan tenaga yang tidak sedikit, untuk dapat melaksanakan tugas kinrohoshi secara baik, dibentuk tonarigumi (rukun tetangga) yang merupakan organisasi sosial yang efektif untuk mengerahkan tenaga rakyat dan pengawasan terhadapnya.

Pengerahan sosial (kinrohoshi)

Pengawasan terhadap rakyat dalam soal bepergian, menerima tamu sangat ketat. Seseorang yang dicurigai sebagai mata-mata musuh dapat berakibat fatal, karena dapat diseret ke kenpeitai. Sementara itu rakyat mendengar slogan-slogan seperti Amerika dan Inggris musuh seluruh dunia, Amerika kita seterika, Inggris kita linggis.

Bangsa China lebih ketat lagi diawasi, karena di negerinya bangsa Jepang mendapat perlawanan dalam Perang Dunia II. Mereka tidak memperoleh hak istimewa lagi seperti dalam zaman Belanda, bilamana bepergian diwajibkan memiliki surat jalan (pas) yang dikeluarkan oleh Kakkio Han (kantor urusan China).

Sementara itu organisasi sosial yang diizinkan berdiri untuknya adalah Hua Chiau Tsung Hui (perkumpulan umum perantau China) yang pengurusnya ditunjuk oleh Jepang. Pengerahan yang paling terkenal kekejamannya adalah soal romusha (pekerja paksa).

Jepang sangat memerlukan banyak tenaga untuk pertahanan seperti pembuatan benteng, baik di atas tanah maupun di bawah tanah, lapangan terbang darurat, jalan-jalan dan jembatannya. Untuk itu perlu dikerahkan tenaga penduduk, khususnya dari Pulau Jawa.

Pada mulanya pengerahan tenaga itu dilakukan secara sukarela, karena proyek yang dikerjakan tidak jauh dari tempat tinggalnya. Tetapi setelah diperlukan pertahanan yang jauh dan penduduknya sedikit, pengerahannya dilakukan juga secara paksa. 

Badan yang disebut Romukyokai (panitia pengerahan) dibentuk di setiap daerah. Mereka yang diperlukan diangkut dengan kapal laut ke daerah yang diperlukan. Mereka mendapat rangsum makanan yang minim sekali, kesehatannya tidak terpelihara, kerjanya berat, dan diperlukan seperti binatang.

Romusha yang tampak malas bekerja dimaki dan dipukul, tetapi Jepang menyebutkan bahwa mereka itu adalah pahlawan pekerja, atau prajurit ekonomi yang harus dijunjung tinggi. Daerah di Indonesia yang banyak memberikan bukti adanya romusha yang meninggal adalah Riau, mereka itu dipaksa membuat jalan kereta api padahal daerahnya berawa-rawa.

Ribuan orang yang dikirim ke luar Indonesia seperti Birma (Myanmar), Muangthai, Kalimatan Utara, dan Salomon. Menurut taksiran jumlahnya mencapai 300.000 orang, sebagian meninggal karena buruknya kondisi tubuh akibat kerja berat yang tidak disertai jaminan makanan dan kesehatan yang baik.

Di samping adanya romusha pria, di beberapa daerah seperti Blitar dikenal adanya romusha wanita. Mereka dijadikan romusha karena tenaga pria di desanya sudah habis. Akibatnya lebih buruk lagi, mereka lebih tidak kuat badannya, sawah yang harus dikerjakan terpaksa ditinggalkan, dan anak-anak yang menjadi tanggungannya terlantar.

Keadaan dan pemandangan demikian, menjadi pendorong Peta di Blitar untuk berontak terhadap Jepang. Mereka tidak tega melihat penderitaan rakyatnya. Sebagai alat pembayaran yang sah, Pemerintah Jepang mengeluarkan mata uang kertas.

Tidak ada uang logam yang dikeluarkan, karena logam sangat perlu untuk peperangannya. Uang kertas yang kualitasnya rendah tersebut dengan mudah kumal, sehingga mudah menjadi perantara penyakit kulit dalam masyarakat. Satuan yang dikeluarkan mengikuti Belanda, yaitu dari satu sen sampai sepuluh rupiah.

Mudah dipahami, bahwa dalam tempo singkat harganya merosot, karena di samping tidak ada jaminannya juga produksi barang sangat sedikit. Pegawai negeri merasakan juga penderitaan akibat penjajahan Jepang, karena gaji mereka sangat tidak mencukupi. Walaupun mereka sekali-kali dapat jatah pembagian seperti gula, kain, dan hadiah Hari Raya, tetapi tetap tidak mencukupi keperluan minimnya.

Baca juga di bawah ini :

Post a Comment for "Pengerahan sosial (kinrohoshi)"