Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Lievegoed dikeluarkan dari de Locomotief

Lievegoed dikeluarkan dari de Locomotief 

Tuan Lievegoed bekas redaktur de Lokomotif, seorang liberal yang tulus hati, yang dus dikeluarkan dari de Lokomotif itu, sudah didalam tahun 1925 adalah menulis bahwa kegegeran kaum imperialisme itu ialah :

Suatu extremisme kanan, yang sama sekali tak mempunyai cita-cita tinggi yang menjalankan politik uang membuta tuli dengan semboyan-semboyan yang menulikan telinga, dan bahwa sebenarnya tidak ada satu golongan yang begitu membencanai kekuasaan Hindia-Belanda daripada golongan yang gembar-gembor ini yang dengan pura-pura menyokong pemerintah memukul kekanan dan kekiri untuk merobohkan apa saja yang mengancam kepentingannya.

Benar sekali Tuan-tuan Hakim; pura-pura menyokong pemerintah ''onder het voorwendsel van gezagschraging'' mereka minta kami dihukum, dibuang, atau digantung, tetapi sebenarnya ialah oleh karena kantongnya dan dividennya terancam.

Untuk keselamatan kantong dan untuk keselamatan dividen ini juga mereka kalau perlu tak segan pula melanggar gezag itu, sebagai misalnya A.I.D. de Preanger-Bode tak segan sebentar-sebentar melanggar gezag itu atau sebagai misalnya Nieuw van den Dag, yang dulu pernah menghina g.g. de Graeff dengan penghinaan. ''Pergilah, ialah Hindia butuh kepada orang-orang yang lebih keras.

Kantongnya terancam, Tuan-tuan Hakim kantongnya terancam; untuk melindungi kantong ini maka mereka menglabui mata publik untuk menjaga kepentingan ini mata mereka mengadakan pers yang tiada moral melainkan moral uang tiada etik melainkan etik fulus.

Juga negeri Belanda begitulah tuan Vleming bekas kepala belasting-accountantsdienst disini berpidato. Juga negeri Belanda misilah ada suatu negeri yang diperintah secara kapitalistik suatu negeri dimana modal besar yang terhimpun teguh itu, terutama yang mempunyai kepentingan-kepentingannya di Indonesia bukan saja mempunyai kekuasaan ekonomi yang besar sekali tetapi juga menjalankan pengaruh hebat diatas pemerintah dengan semua alat-alat yang dipunyainya.

Alat-alat ini bukanlah remeh. Modal besar ini adalah rapat berhubungan dengan modal besar dari Inggris, Amerika, Belgia, Jerman, Perancis, dll. yang sejak adanya opendeur-politik mempunyailah juga kepetingannya di Indonesia dan yang bersama-sama dengan modal Belanda itu tergabunglah satu sama lain didalam suatu ''Majelis najikan untuk Hindia Belanda'' yang didirikan didalam tahun 1921.

Majelis majikan ini dengan jalan direct atau indirect mempunyailah kekuasaan diatas suatu pers dan penyuluhan pers yang lebar lapang sedang mereka juga mempunyai kepentingan didalam dua surat kabar di luar negeri yakni ''The New World'' dan ''Le Monde Nouveau''.

Dengan pendustaan, penipuan, pembunuhan pencaharian hidup orang lain, dan kalau kepentingannya memandang perlu, mereka tak segan bertindak lebih kejam maka modal besar itu didalam tiap-tiap negeri juga di Indonesia menjalankan perjuangan kepentingannya dengan merubah haluan dimana perlu.

Lebih terang daripada tuan Vleming itu tak bisalah digambarkan asal-asalnya moral uang dan etik uang daripada pers imperialisme di Indonesia itu. Oleh karena itu tak haruslah kita harian atau marah atas kegegerannya surat-surat kabar a la A.I.D. de Preanger-Bode atau a la Surabajaasch Handelsblad itu.

Biar mereka gembar-gembor, biar mereka berpikir ke kanan dan ke kiri, biar mereka jengkelitan berdiri diatas kepalanya, kami tak akan ambil pusing, kami tak akan ambil mumet, kami akan bekerja terus.

Tuan-tuan Hakim yang terhormat marilah kami mengulangi lagi : 

politik mach kemerdekaan, hanyalah bisa didatangkan oleh usaha rakyat Indonesia sendiri. Kaum imperialisme sudah semestinya menghalang-halangi kita dari stelsel imperialisme yang hidupnya daripada penjajahan itu, kita tak harus mengharap sokongan memberhentikan penjajahan itu.

Nasib kita adalah didalam genggaman kita sendiri, keselamatan kita adalah didalam kemauan kita sendiri, didalam tekad kita sendiri, didalam kebiasaan kita sendiri, didalam usaha kita sendiri. Semboyan kita tidaklah ''minta-minta'', tidaklah ''mengemis'', tidaklah''mendicancy'' sebagai tilak mengatakannya, tetapi semboyan kita haruslah non-cooperation, lebih benar ''selfhelp'', ''zelfverwerkelijking'', ''selfreliance'', sebagai yang kita simbolkan dengan simbol kepala banteng.

Siapa yang masih mengharap-harap pertolongan dari stelsel imperialisme, siapa yang masih percaya akan anugerah yang nanti akan di anugrahkan olehnya, siapa yang masih menunggu akan omongan mission sacree, siapa yang masih mengarahkan mukanya ke Barat, ia adalah sama sekali buta akan kenyataan yang sebenarnya, buta akan realitteit. 

Sebab kenyataan yang sebenarnya adalah sebagai tertulis didalam keterangan azas kita, bahwa negeri Belanda perikehidupannya sangatlah tergantung daripada penjajahan Indonesia. 

Baca juga selanjutnya di bawah ini :

Post a Comment for "Lievegoed dikeluarkan dari de Locomotief"